Pendekatan Otoriter, Intimidasi dan permisiif
MAKALAH
MANAJEMEN KELAS
PENDEKATAN
OTORITER, INTIMIDASI
dan PREMISIF
Disusun Oleh:
Awliya Lafika (A1D112064)
Hermina
Simatupang (A1D112066)
Iga Oktia
Rahmawati (A1D112089)
Khairunnisa (A1D112087)
Resti
Gusmirika (A1D112050)
Supitniar Hasanah (A1D112091)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013/2O14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Guru dapat diartikan sebagai pekerja sosial,
tetapi guru tidak dapat disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup
mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Guru perlu menyadari
bahwa peranannya adalah sebagai manajerial aktivitas yang harus bekerja
berdasar pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.
Memanajemeni kelas dalam proses pemecahan
masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi
terletak pada keterampilan memberikan fasilitas yang berbeda- bada terhadap
peserta didik.
Seorang guru harus memiliki, memahami, dan
keterampilan dalam menggunakan bermacam- macam pendekatan dalam manajemen
kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya
dipergunakan sekaligus. Dalam artian, guru harus terampil memilih bahkan
merangkai pendekatan yang dianggap meyakinkan untuk mengatasi maslah manajemen
kelas dengan tepat.
Berikut ini akan dibahas tentang macam-macam
pendekatan dalam manajemen kelas yang disajikan oleh Wilford A.Weber
[1986:1996], M.Entang dan T.Raka Joni [1983]. Oleh karena itu, macam-macam
pembahasan pendekatan yang dimaksud untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan
yang ada pada setiap pendekatan, sehingga guru tidak terperangkap kedalam
penerapan pendekatan yang sudah tidak tepat.
1.2 Tujuan
a. Menjelaskan pengertian pendekatan otoriter,
intimidasi, permisif, dalam manajemen kelas.
b. Menyimpulkan kekuatan dan kelemahan masing-
masing pendekatan dalam manajemen kelas.
c. Menyimpulkan persamaan dan perbedaan masing-
masing pendekatan dalam manajemen kelas.
d. Mengemukakan bentuk-bentuk pendekatan
intimidasi dalam manajemen kelas.
e. Menjelaskan lima strategi pendekatan
instruksional dalam manajemen kelas
f.
Menyimpulkan
alasan penerapan pendekatan eklektik atau pendekatan analitik pluralistik dalam
manajemen kelas.
g. Memahami empat tahap pendekatan analitik
pluralistik yang perlu dicermati dalam manajemen kelas
1.3 Rumusan
Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan otoriter?
b.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan intimidasi?
c.
Apa yang dimaksud dengan pendekatan primitif?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendekatan Otoriter
Pendekatan ini memendang bahwa menejemen kelas adalah proses
mengendalikan perilaku peserta didik dalam posisi in. Dalam pendekatan ini,
peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturan atau disiplin didalam
kelas.didalam pendekatan ini, disiplin sama dengan menejemen kelas.
Pendekatan otoriter atau memaksakan kehendak. Memandang
bahwa manajemen kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta
didik oleh guru. Dalam pendekatan ini guru menempatkan peranan menciptakan dan
memelihara ketertiban kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuannya
adalah mengendalikan perilaku peserta didik, serta guru bertanggung jawab
mengendalikan perilaku peserta didik karena guru yang paling mengetahui dan
berurusan dengan peserta didik.
Pandangan
yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk
nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas
sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila
timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka
perlu adanya pendekatan:
a. Perintah
dan larangan
Pendekatan ini tampak mudah, namun kenyataan kurang mantap
dalam pelaksanaan. Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar
generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu. Seorang pengajar yang
melaksanakan perintah dan larangan bersikap reaktif.
Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi.
Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi.
Sehingga dengan pendekatan perintah dan larangan ini tidak membuka
peluang bagi tindakan yang luwes dan kreatif. Di sinilah sifat otoriter dari
pendekatan perintah dan larangan itu datang bertumpuk untuk melakukan
tugas-tugas di sekolah.
Akibatnya pengajar kurang memanfaatkan potensinya sendiri
dan hanya mengandalkan penerapan pendekatan tersebut untuk masalah yang sama,
yang mirip dan sementara cocok. Dengan demikian pengajar dikatakan kurang mampu
menyelenggarakan pengelolaan kelas
secara efektif.
b. Penekanan
dan penguasaan
Pendekatan penekanan dan penguasaan ini banyak mementingkan
diri pengajar sendiri seirama dengan pendekatan pertama, pengajar banyak
memerintah, mengomel dan memarahi. Seiring pula dalam melakukan pendekatan
dengan memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa (misalnya pimpinan sekolah,
orang tua). Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan penekanan, menyatakan
ketidak setujuan dengan kata-kata, tindakan atau pandangan menunjukkan sikap penguasaan.
Semua contoh pendekatan demikian bersifat otoriter atau
berkuasa atas diri orang lain. Bila dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas
kita menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan ini maka memungkinkan
pembelajar diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya. Bagi pelajar
pendekatan penguasaan dan penekanan ini berarti memaksakan kehendak orang lain.
Sehingga tahap toleransinya kurang terbina. Pendekatan semacam ini kurang
tepat, kurang toleransi, dan kurang bijaksana.
c. Penghukuman
dan pengancaman
Pendekatan penghukuman muncul dalam berbagai bentuk tingkah
laku antara lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan
pengusiran. menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh
menertawakai: atau menghukum seseorang di depan pembelajar, memaksa pembelajar
untuk meminta maaf. Memaksa dengan tuntutan tenentu, atau bahkan dengan ancaman-ancaman.
Pendekatan semacam ini tidak dibenarkan karena kurang
manusiawi setiap pembelajar kurang mendapatkan penghargaan sebagai individu
yang mempunyai harga diri. Pendekatan penghukuman dan pengancaman ini termasuk
penanganan yang kurang tepat, bersifat otoriter kurang manusiawi.
Berdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncul dan sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar.
Berdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncul dan sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar.
Pada umumnya tindakan otoriter kurang menguntungkan,
hasilnya berupa tingkah laku atau pemecahan sementara. Sementara tersebut belum
menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya. Melainkan baru menjangkau
gejala-gejala yang muncul dipermukaan belaka.
d. Pendekatan
dan larangan
Pendekatn otoriter menawarkan lima strategi yang dapat
diterapkan dalam memanajemeni kelas,yaitu:
1. Menciptakan
dan menegakkan peraturan adalah kegiatan guru menggariskan
pembatasan-penbatasan dengan memeberitahukan kepada peserta didik apa yang
diharapkan dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian, kegiatan
menciptakan dan menegakkan peraturan adalah proses mendefinisikan dengan jelas
dan spesifik harapan guru mengenai perilaku peserta didik. Maksud peraturan ini
adalah menuntun dan membatasi perilaku peserta didik.
2. Memberikan
perintah, pengarahan, dan pesan adalah strategi guru dalam mengendalikan perilaku
peserta didik agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru.
3. Menggunakan
teguran ramah adalah strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru memarahi
peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar peraturan dengan
cara lemeh lembut.
4. Menggunakan
pengendalian dengan mendekati adalah tindakan guru bergerak mendekati peserta
didik yang dilihatnya berperilaku menyimpang. Strategi ini dimaksudkan untuk
mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan.
5. Menggunakanpemisahandanpengucilanadalah
strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang peserta didik yang tingkat
penyimpangannya cukup berat.
2.2 Pendekatan Intimidasi
Pendekatan ini juga memandang menejemen kelas sebagai proses
mengendalikan perilaku peserta didik hanya saja pada pendekatan ini tampak
lebih dilandasi oleh asumsi bahwa perilaku peserta didik paling baik
dikendalikan oleh perilaku buruk. Peran guru disini adalah menggiring peserta
didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga meteka merasa takut
untuk melanggaranya.
Pendekatan intimidasi adalah penekanan pendekatan yang
memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik.
Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang
manusiawi, pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku mengintimidasi.
Bentu-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan,
paksaaan, ancaman, serta menyalahkan.
Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan
menggunakan teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang diberikan
pada situasi tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku peserta
didik yang menyimpang. Sekalipun pendekatan intimidasi sudah dipakai secar luas
dan aada manfaatnya, terdapat banyak kecaman terhadap pendekatan ini.
Penggunakan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah
secara sementara dan hanya menangani gejala masalahnya, bukan masalah itu
sendiri. Kelemahan yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya
sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.
2.3 Pendekatan Permisif
Pendekatan ini bertentangan langsung dengan pendekatan
intimidatif. Esensi pendekatan terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan
peserta didik, membantu peserta didik merasa bebas melakukan apa yang mereka
mau. Jika hal itu tidak dilakukan maka
yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan
perlunya memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini
adalah: apa, kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik
bertindak bebas sesuai dengan yang diinginkannya. Perana guru adalah
meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab dengan itu akan membantu
pertumbuhan secara wajar.
Pendekatan permisif sedikit penganjurnya. Pendekatan ini
kurang menyadari bahwa sekolah dan kelas adalah sistem sosial yang memiliki
pranata-pranata sosial. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memperkosa dan
mengancam hak-hak orang lain.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan permisif
dalam bentuknya yang murni tidak produktif diterapkan dalam situasi atau
lingkungan sekolah dan kelas. Para peserta didik sebaiknya memperoleh
kesempatan secara psikologi memikul resiko yang aman, mengatur kegiatan sekolah
sesuai cakupannya, mengembangkan kemempuan memimpin diri sendiri, disiplin sendiri, dan tanggung jawab sendiri.
Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksaan pengelolaan kelas
ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar, yaitu:
1)
Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasa bodohan merupakan
tindakan yang bersifat premisif.
Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang
disadari oleh pembelajar diantaranya:
·
Meremehkansesuatukejadian,atautidakmelakukanapa-apasamasekali,
·
Memberipeluangkemalasandanmenundapekerjaan,
·
Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui
prosedur yang sebenarnya,
·
Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh
orang lain,
·
Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota.
Melalui pendekatan ini pengajar memandang mudah, tak banyak
resiko. Namun, sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan,
terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti, suatu tugas atau
penanggung jawab. Padahal pembelajar memiliki harga diri pribadi serta pola berpikir
yang masing-masing tidak sama.
2)
Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.
Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu
memikrkan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri
dengan bebas”, demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang
menguntungkan lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif
mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau
disusun.
Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja pembelajar belum
memadai dan kurang terarah Akibat yang sering terjadi pembelajar merasa telah
benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab dalam
kelompok atau kelas itu. Tapi ternyata dibandingkan dengan kelompok lainnya
kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan,
tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan gejala-gejala yang
muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.
Teknik
pembinaan dan penerapan Disiplin kelas
Berdasarkan Ketiga Konsep disiplin yang telah
dibahas,yaitu konsep otoriter,intimidasi dan konsep permisifmaka setidaknya
terdapat tiga macam teknik pembinaan pembinaan disiplin kelas.
1. Teknik external control
Teknik
external control merupakan suatu teknik yang mana disiplin peserta didik
haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Teknikini eyakini kebenaran akan
teori X,yang mempunyai asumsi-asumsi tidak baik mengenai manusia.
Peserta
didik di dalam kelas senantiasa terus diawasi dan dikontrol agar tidak terbawa
dalam kegiatan-kegiatan yang destruktif dan tidak produktif.Menurut teknik
ini,peserta didik di dalam kelas harus terus- menerus didisiplinkan dan jika
perlu ditakuti dengan hukuman dan hadiah.Hukuman diberikan kepada peserta didik
yang tidak disiplin di dalam kelas, sedangkan hadiah diberikan kepada peserta
didik yang berdisiplin di dalam kelas.
2. Teknik internal control
Teknik
internal control merupakan kebalikan dari teknik external control.teknik
internal control mengusahakan agar pesertadidik dapat mendisiplinkan diri
sendiri di dalam kelas. dalam teknik ini ,peserta didik disadarkan akan
pentingnya disiplin.sesudah pesertadidik sadar,ia akan mawas diri serta
berusaha mendisiplinkan diri sendiri.jika teknik ini dikembangkan dengan baik,akan
mempunyaikekuatanyang lebih hebat dibandingkan dengan teknik external control.
Kunci
sukses penerapan teknik ini adalah ada pada keteladanan guru dalam berdisiplin,
mulai dari disiplin waktu,disiplin mengajar,disiplin berkendara,disiplin
beribadah, dan lainnya.Guru sebagai manajer kelas tidak akandapat
mendisiplinkan peserta didiknya di dalam kelas jika guru sendiri tidak
berprilaku disiplin.
3. Teknik cooperative control
Dalam
teknik cooperative control ini antara guru sebagai manajer kelas dengan peserta
didik harus saling bekerja sama dengan baik dalam menegakan disiplin di dalam
kelas.Guru dan peserta didk lazimnya membuat semacam kontrak perjanjian yang
berisi aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama ,sanksi-sanksi
atas indisipliner (ketidaksplinan)juga dibuat serta ditaati bersama.kontrak
perjanjian ini sangatlah penting karena dengan cara demikian gurudan peserta
didik dapat bekerja sama dengan baik.kerja sama tersebut akan membuat peserta
didik merasa dihargai.
Jika
demikian, manakah teknik pembinaan disiplin kelas yang paling? Tentu saja tidak
ada yang paling baik karena setiap teknik pembiasaan disiplin kelas tersebut
masing-masing memiliki berbagai kelebihan dan kelemahan.dalam penerapannya,guru
sebagai manajer kelas dapat menggabungkan ketiga teknik pembinaan tersebut
secara efektif dengan melakukan hal-hal berikut ini.
·
Guru mencontohkan perilaku
yang tertib kepada pesertadidiknya.
Sebelum
mendisplinkan peserta didiknya,sebaiknya seorang guru harus mendisiplinkan dirinya terlebih dahulu.guruharusmenunjukan
berbagai perilaku yang tertib,baik di kelas, di lingkungansekolah,maupun di
lingkungan masyarakat. Dari perilaku tersebut diharapkan guru dapat menjadi
model bagi peserta didiknya dalam melaksanakan perilaku disiplin.
·
Guru memisahkan peserta
didik dariperilakunnya
Terkadang
seorang peserta didik dengan sengaja berperilaku buruk hanya untuk membuat
jengkel gurunya dan ada juga disebabkan ingin mendapatkan perhatian dari
gurunya. Perilaku yang buruk tersebut dapat disebabkan kekurangan-dewasaannya,
ketidaksabarannya, frustasi, atau karena keinginannya tidak terpenuhi. Saat
menghadapi peserta didik yang berperilaku demikian, guru harus dapat memisahkan
peserta didik dari perilakunya, artinya yang dibenci oleh guru adalah perilaku
peserta didik yang buruk, bukannya peserta didik itu sendiri.
Cara
pandang yang demikian dapat memfokuskan guru untuk memecahkan masalah perilaku
buruk tersebut dan membantu peserta didik belajar membuat pilihan-pilihan
perilaku yang lebih baik daripada hanya menghukum peserta didik atau memberikan
konsekuensi yang tidak bermakna.
·
Guru membuat peserta didik
menerima tanggung jawabnya
Jika
ada peserta didik mengganggu jalannya kegiatan belajar-mengajar di kelas
kemudian guru langsung ememarahinya dan memberinya hukuman atau kosekuensi,
pada saait itu guru telah menjadikan semua peserta didiknya memfokuskan
perhatiannya kepada si guru dan beberapa peserta didik secara otomatis akan
bersimpati pada si pembuat onar karena dia berada dalam posisi yang lemah.
Untuk
mengatasi masalah tersebut, guru dapat meminta si pembuat onar untuk
menghentikan aksinya tanpa harus memarahinya atau menghukunnya terlebih
dahulu.jika upaya tersebut belum berhasil, setelah pelajaran selesai guru
mengajak si pembuat onar untuk bebocara empat mata, mengisi lembaran yang
menggambarkan perilakutidak terpujinya, kemudian menandatangi semacam kontrak,
yang mana disetuju untuk tidak mengulangin perbuatan buruknya serta bersedia
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kontrak itu.
·
Guru sebaiknya dapat
menemukan solusi atas perilaku peserta didik yang tidak diharapkan daripada
memberikan konsekuensi
Jika
ada peserta didik yang tidak disiplimdi kelas, sebaiknya guru menghindari untuk lasung memberikan
kosekuensiata hukuman. Tidakan yang harus dilakukan oleh guru adalah mengajak
peserta didik sharing untuk
mengetahui mengapa ia berbuat demikian dan meyakinkan bahwa itu adalah
perbuatan yang buruk. Setelah itu, barulah guru sebagai manajer kelas
memberikan pilihan solusi kepada peserta didik untuk mengatasi perbuatan
buruknya tersebut. Misalnya, ada seorang peserta didik yang datang terlambat di
kelas. Dalam keadaan tersebut, guru sebaiknya tidak langsung menghukumnya,
tetapi menanyakan alasannya barulah guru memberikan saran ataupun solusi kepada
peserta didiktersebut agar besok tidak terlambat lagi.
·
Guru memberikan umpan balik
yang positif ketika perilaku bertambah baik. Setiap orang tentunya
akanmerespons umpan balik yang positif. Hal ini juga berlaku bagi para peserta
didik. Peserta didik akan sangat sensitif terutama pada perlakuan guru terhadap
mereka. Seorang peserta didik yang telah berbuat kesalahan sering kali diberi
hukuman oleh gurunya kemudian merasa ia tidak disukai lagi gurunya walaupun
sudah memperbaiki diri. Oleh karena itu, sebaiknya ketika guru melihat perilaku
peserta didik telah menjadi baik, jangan segan segan untuk memujinya dan
memberikan motivasi kepadanya agar tetap konsekuen (istiqamah) dalam melakukan
perilaku baik tersebut.
·
Guru menghapus bersih
daftar kesalahan peserta didik dan mampu berpikir positif kepada peserta
didiknya. Peserta didik adalah manusia biasa, begitu juga dengan guru. Sebagai
manusia sudah tentu, baik guru maupun peserta didik tidak luput dari kesalahan.
Walaupun demikian, guru dan peserta didik harus menyadari bahwa kesalahan
tersebut tidak boleh dilakukan secara berulang – ulang. Pada saat guru berpikir
positif, pada saat itu pula sebenarnya guru sedang mendoakan peserta didik agar
menjadi orang yang baik dan akan merasa lebih dihargai.
·
Guru fokus memberikan
penghargaan kepada peserta didik yang berprilaku baik
Guru dapat bekerja sama dengan peserta didik
untuk dapat mendisiplinkan mereka dengan cara bersama – sama membuat tata
tertib kelas. Agar para peserta didik berprilaku sesuai dengan tata tertib tersebut,
guru harus memfokuskan memberikan penghargaan kepada mereka yang berprilaku
baik dengan berupa pujian, sertifikat maupun pengakuan lainnya ketika fokus
memberikan hukuman pada mereka yang melanggar tata tertib kelas.
·
Guru bekerja sama dengan
kepala sekolah dan wali peserta didik untuk mengatasi perilaku buruk peserta
didik
Ada peserta didik yang
dapat dengan cepat melakukan instropeksi diri dan cepat memperbaiki perilaku
yang buruk sehingga guru tidak perlu membuang pikiran dan tenaganya lebuh
banyak untuk membuatnya kembali menaati tata tertib kelas. Tetapi, ada juga
peserta didik yang membutuhkan waktu lama untuk melakukan instropeksi diri dan
sangat susah untuk memperbaiki perilakunya meskipun guru sudah berusaha
semaksimal mungkin membantu dalam memperbaiki perilakunya. Kemudian, jika
kepala sekolah tidak dapat mengatasinya, barulah langkah selanjutnya adalah
bekerja sama dengan wali peserta didik untuk mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Evertson, C.M., Emmer, E.T.
2011.Manajemen kelas untuk guru sekolah dasar.Jakarta: Kencana Perdana Group
Rachman, Maman.2001.Manajemen
kelas.Muara Bulian: UPP PGSD.
Wiyani, Novan Ardy. 2013.
Manajemen kelas. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Comments
Post a Comment