MAKALAH
PEMBINAAN DISIPIN DAN
PERILAKU ANAK
Dosen :
Ahmad Hariandi, S.Ag
Kelompok 6:
Efrully : A1D112068
Rahmat
Kurniawan : A1D112046
Sholihin : A1D112073
Teguh
Gunawan : A1D112072
Septian
Armika : A1D112051
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013/2014
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Disiplin merupakan sesuatu yang
berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan.
Disiplin merupakan sikap mental. Disiplin pada hakekatnya adalah pernyataan
sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan ,
kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban
dalam rangka pencapaian tujuan.
Disiplin berkaitan pula dengan motivasi, karena dengan adanya disiplin anak
terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu untuk mencapai apa yang
diharapkan orang lain darinya, apakah itu keluarga, guru, maupun
teman-temannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Disiplin
Kelas
Kata disiplin berasal dari bahasa
latin “disciplina” yang menunjuk kepada belajar dan mengajar. Kata ini
berasosiasi sangat dekat dengan istilah “disiple” yang berarti mengikuti orang
belajar dibawah pengawasan seorang pemimpin. Di dalam pembicaraan disiplin
dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi terbentuknya satu
sama lain merupakan urutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban,
ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Di antara kedua
istilah tersebut terlebih dahulu terbentuk pengertian ketertiban, baru kemudian
pengertian disiplin (Suharsimi, 1993: 114). [1]
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian
diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental.
Disiplin pada hakekatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun
masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan , kepatuhan yang didukung oleh
kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
Disiplin berkaitan pula dengan motivasi, karena dengan adanya disiplin anak
terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu untuk mencapai apa yang
diharapkan orang lain darinya, apakah itu keluarga, guru, maupun teman-temannya.
Santoso (2002) menyatakan disiplin merupakan kesadaran akan
sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri seseorang sesuai dengan tata
tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan pada suatu
tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. [2]
Rimm (2003) mengemukakan bahwa tujuan disiplin pada anak adalah mengarahkan
anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baikyang merupakan persiapan bagi
masa dewasa, saat mereka sangat tergantung kepada disiplin diri. Diharapkan,
kelak disiplin diri akan membuat mereka hidup bahagia, berhasil, dan penuh
kasih sayang.
Inti dari disiplin ialah untuk mengajar, atau
seseorang yang mengikuti ajaran. Bagi anak tujuan jangka pendek dari disiplin
ialah membuat anak supaya terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka
bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih
asing bagi mereka. Sedangkan tujuan jangka panjang dari disiplin adalah untuk
perkembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (self
control and self direction) yaitu dalam hal mana anak dapat mengarahkan diri
sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian luar. Pengendalian diri berarti
menguasai tingkah laku diri sendiri dengan berpedoman norma-norma yang jelas,
standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. Karena itu
di sekolah guru haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha, untuk
memainkan peranan yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan
secara bertahap melakukan pengembangan dan pengendalian disiplin pada anak
sehingga anak mampu melakukan pengarahan diri sendiri kelak.
Disiplin kelas merupakan hal yang esensial terhadap terciptanya
perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan
pendidikan disiplin hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip
demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi berfungsi sebagai petunjuk dan
pengecek bagi para guru dala mengambil kebijakan yang berhubungan dengan
disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh guru harus:
a.
Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan;
b.
Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan;
c.
Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik;
d.
Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta
didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan;
e.
Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta
didik.
Para peserta didik, dengan disiplin diharapkan
bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu pula. Terciptanya kesediaan semacam ini harus
dipelajari dan harus secara sadar diterima. Itu semua adalah dalam rangka
memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah.
Satu keuntungan
lain dari adanya disiplin adalah para peserta didik belajar hidup dengan
pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannnya.
Lebih lanjut dengan adanya pembiasaan tersebut maka akan tumbuh jiwa tentram
dalam diri dan masyarakat sekitar.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk
mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru
sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam
batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau
dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami
frustasi dan kecemasan. Di sekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol
tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan
dengan optimal.
B. Pentingnnya Pembinaan Disiplin Dan Perilaku Anak
Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, merupakan modal dasar
yang sangat penting bagi kehidupan yang sukses di masa depan. Berkaitan dengan
hal ini, peran guru membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya
sehingga anak merasa bahagia dan mampu menerima dirinya (self acceptance).
Pembiasaan disiplin pada diri anak penting karena
dengan berdisiplin dapat memantapkan peran sosial anak. Rua (2003) mengemukakan
bahwa rahasia keberhasilan adalah kedisiplinan. Orang yang terlatih disiplin
akan lebih besar kemungkinannya meraih keberhasilan ketimbang orang yang tidak
disiplin. Tujuan dari disiplin adalah membentuk perilaku anak, yang sesuai
dengan peran yang ditentukan lingkungan atau kelompok sosialnya. Untuk itu
dalam penanaman disiplin ini perlu peran orang tua di rumah maupun guru di
sekolah.
Di rumah orang tua dan anggota keluarga lainnya
merupakan model yang
ditiru anak dalam pembentukan disiplin diri. Selain
itu arahan-arahan dan bimbingan orang tua merupakan pedoman anak bertingkah
laku agar dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya.
Begitu pula halnya di sekolah, seluruh personil
sekolah adalah model bagi
anak, sedangkan arahan dan bimbingan serta
aturan-aturan di sekolah umumnya dan aturan guru dalam kelas khususnya dapat
membentuk perilaku anak dan mantapnya pembentukan perannya dalam lingkungannya.
C. Teknik Pembinaan Disiplin Kelas
Ada tiga macam teknik yang sudah dikenal dalam pembinaan
disiplin yaitu teknik otoriter, permisif, dan demokratis. Teknik ini dibedakan
berdasar-kan bagaimana aturan diterapkan pada anak.
1. Teknik otoriter
Dalam teknik ini disiplin ditegakkan secara kaku.
Penerapan hukuman pada anak bertujuan untuk memperkuat kepatuhan anak akan
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Bila anak melakukan pelanggaran terhadap
aturan tesebut, maka anak akan dihukum. Dalam penerapan tehnik ini hanya
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali penguatan positif seperti senyuman,
pujian, bila anak bertingkah laku sesuai dengan aturan.
Pengekangan pada anak sangat menonjol sekali terlihat
dalam penerapan disiplin dengan teknik otoriter ini. Pengekangan terkesan kaku
sekali, tapi kadang kala bisa juga terkesan tidak terlalu kaku. Dalam
pengekangan yang kaku, anak harus berperilaku sesuai dengan sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan, dan anak tidak diperbolehkan membuat membuat
keputusan sendiri. Guru punya otoritas yang sangat tinggi dalam menetapkan
perilaku yang harus ditampilkan, walaupun anak sering tidak paham mengapa harus
berperilaku seperti itu. Dalam hal ini anak tidak diberikan kesempatan untuk
belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Pada disiplin otoriter yang tidak terlalu kaku,
pengekakangan pada anak agak kurang ditonjolkan, namun pengaturan terhadap
perilaku anak tetap ada. Satu kelebihan dari teknik ini adalah guru mencoba
memahami keinginan-keinginan anak. Namun kadang-kadang terlihat adanya
larangan-larangan tidak masuk akal masih digunakan guru untuk mengendalikan
perilaku anak.
Penerapan teknik disiplin ini dapat menjadikan anak
berperilaku yang diinginkan, patuh, tenang menjadi anak yang manis, tapi anak
secara diam-diam menaruh rasa tidak puas terhadap tokoh otoritasnya yang
memberikan aturan-aturan kepada anak dalam berperilaku. Kepribadian anak
menjadi kaku, tidak luwes dan sulit melakukan penyesuaian diri dengan
kelompoknya. Anak dalam setiap tindakannya dibayangi oleh perasan takut berbuat
salah, karena kesalahan dan pelanggaran dari aturan yang ditetapkan akan
berakibat hukuman. Namun jika kesalahan dan pelanggaran terlanjur dilakukan,
maka untuk melindungi diri anak akan berbohong, bahkan anak bisa tumbuh menjadi
seorang yang licik dalam segala tindak tanduknya.
Dalam penerapan teknik ini guru harus mempunyai
kewibawaan dan otoritas terhadap anak, yang menunjukkan bahwa ia mempunyai
kelebihan dan kekuasaan terhadap anak yang dihadapinya. Teknik ini jika
diterapkan pada anak dalam kelas terkadang dapat menimbulkan kekacauan, kecuali
kalau guru mempunyai kemampuan yang cukup dalam mengelola menguasai kelas.
Untuk itu guru harus bersikap tegas dan punya banyak pengalaman dan pengetahuan
tentang apa-apa yang harus dilakukan anak sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangannya.
2. Teknik permisif
Teknik permisif ini merupakan lawan dari teknik
otoriter. Pada teknik ini guru memberikan kebebasan kepada anak dalam
mengembangkan perilakunya. Dalam hal ini campur tangan guru yang berlebihan
dianggap suatu hambatan bagi anak dalam menentukan segala tindakannya dalam
berperilaku.
Teknik ini tidak mengarahkan anak untuk berperilaku
yang sesuai dengan aturan dan kebiasaan yang ada dalam kelompoknya. Anak
diperbolehkan untuk melakukan apa saja. Pola pengasuhan yang serba membolehkan
ini dapat menimbulkan kesulitan bagi anak untuk memutuskan sesuatu karena tidak
ada patokan sama sekali dalam berperilaku. Pemahaman anakyang masih rendah dan
minimnya pengalaman dan pengetahuan mereka membuat mereka bingung untuk
berperilaku yang pantas. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya rasa cemas, dan
takutyangberlebihan. Sebaliknya anak akan menjadi agresif, karena sedikit
sekali
pengawasan yang diberikan guru pada anak, sehingga
anak merasa tidak takut dan melakukan tindakan berdasarkan kemauan sendiri.
3. Teknik demokratis
Penerapan teknik disiplin demokratis menekankan pada
pemberian kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Dasar
pemikiran dari teknik ini adalah mengembangkan kendali tingkah laku sehingga
anak mampu melakukan hal yang benar tanpa harus diawasi dengan ketat. Dalam
penerapan teknik ini anak berhak untuk mengeluarkan pendapat, usul, dan
inisitif, namun dalam penentuan keputusan anak akan dibantu oleh guru. Untuk
itu guru sering memberikan menggunakan penjelasan, diskusi dan mengemukakan
alasan-alasan dalam mengajarkan anak berperilaku.
Teknik disiplin demokratis dapat mengembangan kendali
diri pada anak, sehingga membuat anak merasa puas. Anak biasanya menjadi
seorang yang dapat diajakbekerja sama, mandiri, percaya diri, kreatif, dan
ramah.
Dalam penerapan teknik disiplin ini guru bisa saja
berpindah dari satu teknik ke teknik yang lain. Di sinilah letak kearifan guru
dalam menanamkan disiplin.
Ketiga teknik di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangannya, jadi tidak ada teknik mana yang lebih baik dibandingkan dengan
teknik lainnya. Namun demikian banyak orang cenderung berpendapat bahwa dalam
menanamkan disiplin pada anak pendekatan demokratis yang paling baik. Alasannya
adalah: (a) karena anak diajak berbincang-bincang, bertukar pikiran dan beradu
argumentasi, (b) norma kedisipinan dapat dikaji ulang, (c) tidak ada hukuman,
(d) dapat membina penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, dan (e) mengajarkan
orang untuk bekerjasama, mengendalikan diri dengan tenang dan bersikap ra-mah
pada orang lain, (f) guru atau orang tua mempunyai hubungan dengan anak yang
hangat dan bersahabat, sehingga menjalin kerjasama, dan (g) dapat memuaskan
anak, terutama yang usia pubertas, mulai dewasa, sebab anak merasa diberi
kepercayaan dan peluang untuk meng-atur tingkah lakunya (Santoso, 2002).
D. Penerapan Disiplin Kelas
Pembinaan perilaku untuk anak MI dilakukan melalui
pembiasaan perilaku,baik diprogram guru maupun secara spontan, yang dimulai
sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung dan sampai berakhirnya pembelajaran.
Dengan kata lain, penerapan disiplin kelas harus dilakukan guru sebelum
pembelajaran dimulai, dalam kegiatan pembelajaran berlangsung, selama
istirahat/makan/bermain dan sesudah pelajaran berakhir.
1. Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain
Pada waktu mengucapkan salam diharapkan perilaku anak,
antara lain: (a) sopan dan santun, (b) menunjukkan reaksi dan emosi yang wajar,
(c) berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, (d) meng-hormati orang
lain, (e) menciptakan suasana keakraban, (f) melatih keberanian, dan (g)
mengembangkan sosialisasi.
2. Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
Pada waktu berdoa diharapkan anak berperilaku, antara
lain: (a) memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu, (b) berlatih untuk
selalu tertib dan patuh pada peraturan, (c) rapi dalam bertindak, (d) berani
dan mempunyi rasa ingin tahu yang besar, (e) bersikap tertib, dan tenang dalam
berdoa, dan (f) mematuhi peraturan/tata tertib.
3. Dalam kegiatan pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan anak
berperilaku: (a) rapi dalam bertindak, berpakaian dan bekerja, (b) berlatih
untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan, (c) berani dan mempunyai rasa
ingin tahu yang besar, (d) merasa puas atas prestasi yang dicapai dan ingin
terus meningkatkan, (e) bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, (f)
menjaga kebersihan lingkungan, (g) mengendalikan emosi, (h) menjaga keamanan
diri, (i) sopan, dan (j) tenggang rasa terhadap keadaan orang lain .
4. Waktu Istirahat/Makan/Bermain
Pada waktu istirahat/makan/bermain diharapkan anak
berperilaku: (a) berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, (b) tolong- menolong
sesama teman, (c) rapi dalam bertindak, berpakaian dan bekerja, (f) mengurus
diri sendiri, (g) tenggang rasa terhadap keadaan orang lain, (h) sabar menunggu
giliran, (i) dapat membedakan milik sendiri dan orang lain, (j) meminta tolong
dengan baik, (k) mengucapkan terima kasih dengan baik, (1) membuang sampah pada
tempatnya, (m) menyimpan alat permainan
setelah digunakan, (n) menjaga keamanan diri, (o)
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, (p) mau dan dapat makan sendiri, (q)
mau membersihkan dan merapikan tempat makan, (r) tidak berebut mainan, (s)
menjaga kebersihan dan kesehatan.
5. Waktu pembelajaran berakhir (pulang)
Pada waktu pembelajaran berakhir, diharapkan anak
berperilaku; (a) memberikan hormat kepada guru yang akan meninggalkan kelas,
(b) berdoa sesudah selesainya kegiatan pembelajaran, (c) meneliti tempat
duduknya agar tidak ada barang yang ketinggalan, dan (d) antri ke luar kelas
(Depdikbud, 1998).
E. Penerapan Hukuman dan Hadiah
1. Pengertian Hukuman
Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak
menyenangkan untuk
menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak
diharapkan, sehingga hukuman dapat pula diartikan suatu bentuk sanksi yang
diberikan pada anak baik sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan
kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap
aturan-aturan yang telah ditetapkan.
2. Fungsi hukuman
Pada dasarnya ada tiga fungsi penting dari hukuman
yang berperan besar bagi perkembangan moral anak, yaitu fungsi reskriptif,
pendidikan dan motivasi.
a) Fungsi restriktif
Hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali perilaku
yang tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak pernah mendapat hukuman
karena ia telah melakukan satu kesalahan atau pelanggaran, maka ia akan
berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa di masa datang.
b) Fungsi pendidikan
Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman bagi
anakyang dapat dijadikan pelajaranyangberharga. Anakbisa bisa belajar tentang
salah dan benar melalui hukuman yang telah diberikan kepadanya. Hal ini
menyadarkan anak akan adanya suatu aturan yang haras dipahami dan dipatuhi,
yang bisa menuntunnya untuk memastikan boleh atau tidaknya suatu tindakan
dilakukan.
c) Fungsi motivasi
Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk
menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman
hukuman yang pernah diterima anak, maka anakmerasakanbahwa menerima hukuman
merupakan suatu pengalaman yang kurang menyenangkan, dengan demikian anak
bertekad tidak mengulangi kesalahan yang sama dan akhirnya timbul dorongan
untuk berperilaku wajar, yaitu perilaku yang diinginkan dan dapat diterima oleh
kelompoknya.
3. Bentuk-bentuk hukuman dan penerapannya pada anak
Dalam memberikan hukuman kepada anak guru perlu
memperhatikan syarat-syaratnya. Bertikut ini dikemukakan syarat-syarat hukuman
bagi anak yang dapat menjadi rambu-rambu bagi guru dalam penerapannya.
·
Bertujuan mengembangkan hati nurani. Hukuman yang diberikan ada anak hendaknya dapat mengembangkan hati
nurani anak, sehingga suatu saat anak dapat mengembangkan kontrol dari dalam
dirinya sendiri. Dengan demikian makin bertambah umur anak, makin matang ia
bertindak sehingga batasan-batasan yang ditentukan makin berkurang karena makin
meningkatnya kontrol dari dalam diri anak.
·
Jelas dan disertai alasan. Supaya tidak terjadi salah pengertian oleh anak
tentang mengapa ia dihukum, guru harus mengemukakan tiga hal, yaitu; sebutkan
nama kelakukan yang salah, nyatakan aturan atau prinsip yang dilanggar oleh
perbuatan salah itu, dan terangkan hukuman atau konsekwensi yang tidak enak
yang akan diterima anak karena pelanggaran itu.
·
Memberikan alternatifyang dapat diterima anak. Maksud dari pemberian hukuman pada anak adalah untuk
mengajar anak tentang hal-hal apa yang boleh dilakukan. Seorang anak akan lebih
mungkin merubah perilakunya yang salah, kalau dia tidak hanya mengetahui apa
yang tidak boleh dilakukannya, tetapi juga apa yang harus dilakukannya.
·
Bertolak darifakta-fakta yang lengkap. Guru sebelum menjatuhkan hukuman pada anak haruslah
terlebih dahulu mengumpulkan semua fakta yang berkaitan dengan permasalahan
perilaku anak.
·
Menetapkan hukuman adalah sebagai pilihan terakhir.
·
Segera, tidak ditunda-tunda.
·
Imbangi dengan hadiah dan dorongan yang konstruktif.
·
Tidak berbentuk hukuman ganda.
·
Harus bersifat pribadi dan tidak mempermalukan anak.
·
Dahului dengan cara memberi suatu peringatan.
·
Bersifat impersonal.
·
Konsisten.
·
Ciptakan hubungan dengan penuh kasih sayang. Hubungan yang positif guru dengan anak merupakan
kondisi yang mendukung untuk mudahnya anak untuk menerima alasan mengapa mereka
harus dihukum.
·
Perhatikan akibat hukuman terhadap anak.
·
Usahakan melibatkan anak. Guru dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
memikirkan dan menilai sendiri kesalahannya.
·
Tenang dan objektif. Hindarilah pemakaian
nama ejekan, suara berteriak, hinaan-hinaan, sindiran tajam, teknik-teknik
mengkritik dan sebagainya, yang hanya merendahkan harga diri seorang anak dan
makin memperbesar reaksi emosinya.
·
Adil.
·
Usahakanlah pencegahan.
·
Aktif memahami masalah anak.
·
Tidak merasa diri lebih
sempurna.
4. Pengertian Hadiah
Hadiah atau ganjaran adalah berbagai bentuk apresiasi
atau penghargaan terhadap suatu prestasi. Santoso (2002) menyatakan sebaiknya
hadiah tesebut tidak berbentuk uang tetapi alat atau benda yang bermanfaat bagi
keperluan sekolah, misalnya tas, sepatu, baju, atau alat tulis.
5. Fungsi Hadiah
Ada tiga fungsi penting dari hadiah, yaitu:
a) Memiliki nilai pendidikan
Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang
membuat anak segera tahu bahwa tingkah lakunya itu baik. Sama halnya dengan
hukuman yang menyadarkan anak bahwa tingkah lakunya tidak dapat diterima
lingkungannya.
b) Memotivasi anak utuk mengulangi tingkah laku yang
diterima.
Anak umumnya akan bereaksi positif terhadap penerimaan
lingkungan yang diekspresikan lewat hadiah. Hal ini mendorong mereka bertingkah
laku baik agar mendapat hadiah lebih banyak.
c) Memperkuat tingkah laku yang dapat diterima lingkungan
Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya
maka ia mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang
membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi. Sementara anak yang miskin
hadiah tidak tahu persis apakah yang dilakukan itu berarti atau tidak.
Akibatnya, perilaku yang sebenarnya baik tidak diulanginya lagi
6. Bentuk Hadiah dan Penerapannya
Apapun bentuk hadiah, ia harus sesuai dengan kebutuhan
anak. Bila hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan anak, efektivitas
pemberian hadiah akan hilang. Oleh karena itu diperlukan kepekaan guru dalam
memberikan hadiah kepada anak. Schaefer (1996) mengemukakan bahwa hadiah dapat
digolongkan kepada hadiah primer, yang berupa makanan, uang, alat-alat dan
benda-benda nyata, sedangkan yang bersifat sekunder yang bersifat pujian dan
perhatian. Atas dasar sifat hadiah tersebut, maka penerapan hadiah oleh guru
untuk anak MI di sekolah dapat berbentuk:
(a) komunikasi non verbal,
(b) bentuk pengakuan,
(c) benda nyata atau kado, dan
(d) perlakuan istimewa.
Penerapan hukuman dan pemberian hadiah yang tepat dan
benar pada anak merupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk anak
menjadi makhluk sosial yang sehat dan bertanggung jawab dalam hidupnya. Untuk
itu pemberian hadiah dan penerapan hukuman haruslah pula memperhatikan aspek
perkembangan anak
DAFTAR
PUSTAKA
• Hughes, A.G. 2012. Learning and
Teaching Pengantar Psikologi Pembelajaran Modern. Bandung: Nuansa
• Daryanto. 2013. Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Gava Media
• Rachman, Maman. 2002. Manajemen
Kelas. Semarang: PGSD Kampus Muara Bulian FKIP Universitas Jambi
Comments
Post a Comment