Pengertian dari Hakekat Belajar Matematika,bagaimana proses pembelajaran Matematika, Apa Karakteristik Hakekat Matematika , Apa saja Hakikat Lambang Bilangan, Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran, Strategi pemecahan masalah ,Pembelajaran Geometri
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar
Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada
diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi.
Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat
menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit.
Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang
membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca
umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.
Muara
Bulian, 8 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat
di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk
mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah
mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi
dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin
disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah
satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli
bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang,
kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika
tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan.
Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus
mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta
laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam
bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat
kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak
ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga
diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan
konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh
sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai
macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas
adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan
melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah
ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu
yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami
menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang
Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan
latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
- Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
- Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
- Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
- Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
- Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
- Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran. ?
- Strategi pemecahan masalah ?
- Pembelajaran Geometri ?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
- Pengertian dari Hakekat Matematika
- Proses pembelajaran Matematika
- Karakteristik Hakekat Matematika
1.4. Kegunaan
Kegunaan dalam penyusunan makalah
ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan
wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media
informasi tentang Hakekat Matematika.
BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA
2.1 Hakekat
Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul,
dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan
sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :
a. Aksioma ( suatu
pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu
dibuktikan lagi)
b.
Definisi (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c. Yeorama (Pernyataan
yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d. Himpunan
(Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa
himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika
merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari
matematika adalah :
Melatih cara berfikir
dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi.
Dan matematika merupakan produk atau
proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran
intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata
sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode
yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode
deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen.
Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif,
tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara
deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima
kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika mempelajari tentang
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika
tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang
paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek
dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu
merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide
abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga
merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep
yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan
erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya
definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep
yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat
terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan
kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan
hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti
penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam
operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen
yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang
dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair
karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui
matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk
menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif
secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya
untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan,
menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah
(Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika
dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan
matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih
efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan
menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental
(Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali.
Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali
tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real.
Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan
dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan
matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses
yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran
matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006:
10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1) situasi
personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2) situasi
sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan
kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3) situasi
masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat
sekitar siswa tinggal, dan
(4) situasi
saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu
sendiri.
Beberapa hakekat
atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.
Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak
atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu
pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema
(termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
b.
Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya
sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan
sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis
matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan
matematika seperti jangka, kalkulator, dan
sebagainya.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola
pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh
atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan
hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi
secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan
generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d. Matematika sebagai cara bernalar (the way
of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak
karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih
(valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika
yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau
aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
2.2 Proses
Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar
(Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu
diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan
secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan
lebih kreatif jika:
a. Dikembangkannya
rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b. Memberi kesempatan
pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c. Melibatkan
peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.
Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e. Melibatkan
mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses
pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di
atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada
prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta
prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta
didik. Agar proses pembelajaran dapat bermakna maka aktifitas dan
kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan
pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas
siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.
2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik-
karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan
berikut:
a. Memiliki
Kajian Objek Abstrak.
b.
Bertumpu Pada Kesepakatan.
c. Berpola pikir Deduktif
namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif
melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d. Memiliki Simbol yang
Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e. Memperhatikan
Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah
diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f. Konsisten Dalam
Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan
ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi
antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a. Matematika
memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek
pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari
objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun
objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakta
(abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh
simbol bilangan “3” sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di
sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan
sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah
di pahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2. Konsep (abstrak)
adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu
konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli”
adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang
sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang
metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang
membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat
ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga
menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3. Operasi (abstrak)
adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang
lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”.
Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam
matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah
aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang
diketahui.
4. Prinsip (abstrak)
adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa
fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”,
“teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.
Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan
konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun
pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma
dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan
berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari
satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui
pendefinisian.
c. Berpola
pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat
khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat
sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh:
Banyak teorema
dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus,
misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam
suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus
dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi
terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip
diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat,
bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita
harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita
mendapat konsep primer yang lain.
d.
Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik
berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika
dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa
persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang
digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau
berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk
dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam
model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan
model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan
dari ilmu bahasa (linguistik).
e. Memperhatikan
semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol
dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu
dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol
diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol
itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut
dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya
penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta
pembicaraannya.
Contoh:
Dalam semesta
pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya?
Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh
hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka
jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban
yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah “himpunan kosong”.
f. Konsisten dalam sistemnya
Dalam
matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama
lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.
Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem
geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem
aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu
sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil”
yang berkaitan satu sama lain.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
2.4 Hakikat
Lambang Bilangan
2.4.1 Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan
dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu
bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari
lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam
matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk
meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional,
dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan
menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris.
Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran
bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang
mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai
keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris
disebut sebagai aritmetika.
2.4.2 Perbedaan
Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali
disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas
yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan
bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab
"5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner),
maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1",
"0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan
lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan
sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang
berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam
barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat
erat terkait dengan pengertian urutan.
2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan,
dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali,
dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada
salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali,
apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung
bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat
Komutatif (Pertukaran)
a). Sifat komutatif pada penjumlahan,
bentuknya: a + b = b + a
b). Sifat komutatif pada perkalian,
bentuknya: a x b = b x a
2. Sifat
Asosiatif (Pengelompokkan)
a). Sifat asosiatif pada penjumlahan,
bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
b). Sifat asosiatif pada perkalian,
bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)
3. Sifat
Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x
c) + (b x c) OPERASI
Mari kita jalani
Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif
ditambah Positif,
hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
contoh :
16 + 5 = 21
b. Positif/Negatif ditambah Nol,
hasilnya Bilangan Bulat asal,
contoh :
16 + 0 = 16
(-16) - 0 = -16
c. Positif ditambah Negatif,
hasilnya
Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
-
Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
maka jawabannya Bilangan Positif.
-
Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu
tanda negatif/positif,
lalu bilangan yang lebih besar dikurangi
bilangan yang lebih kecil,
sesudah itu tentukan Negatif atau
Positifnya,
contoh :
16 + (-5) = 16 - 5 = 11
16 lebih besar dan positif
maka jawabannya 11 juga positif
5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
lebih besar dan Negatif
maka
jawabannya -11 juga Negatif
d. Negatif
ditambah Negatif,
hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
sama saja ketika mengerjakan positif
dengan positif,
hanya saja disini semuanya bilangan
Negatif,
contoh :
(-16) + (-5)>Positif berjajar dengan
negatif diartikan negatif
= (-16) - 5
= -21
2. Pengurangan :
a. Positif
dikurangi Positif
- Bila lebih
besar bilangan yang paling awal (dikurangi)
hasilnya Positif,
Contoh
3 - 2 = 1
- Bila lebih
besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)
hasilnya Negatif,
Contoh
2 - 3 = -1
b. Positif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif
dikurangi Positif
Abaikan dulu
tanda negatif/Positif,
yang lebih besar
dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan positif,
maka jawaban
juga positif (3)
(-7) + 6= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan negatif,
maka jawaban
juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 =
-3
d. Negatif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7) - (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu
tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih
besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar
adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban
4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3)
=(-4)
3. Perkalian :
a. Positif
dikali Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali
Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif
dikali Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif
dikali Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-6)x(-7) = 42
4. Pembagian :
a. Positif
dibagi Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif
dibagi Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif
dibagi Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif
dibagi Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-75) : (-5) = 15
2.5 Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah
pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika,
pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai
pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran
matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti
memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari,
dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi
peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana
mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang
harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek
pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah
memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula
tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah
agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung
pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan
masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika,
ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan
dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika
Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam
proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada
dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan
suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam
perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan
pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip.
Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar
aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan
kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan
masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan
sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai
sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan
ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah
matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan
untuk memecahkan masalah lain yang
memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut
digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam
situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan
ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan
masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai
objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan
masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6 Pemecahan masalah sebagai tipe belajar
matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk,
2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan
belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat
(signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning),
rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar
membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning),
belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving).
Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini
berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki
tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah
merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar
lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan
melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar
konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan
bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses
menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan
kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana
penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori
belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan
konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses
informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan
aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar
dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih
kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.
2.7 Pemecahan
masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah
mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai
tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke
dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an
pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang
objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga
interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan
sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep
matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah
cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu
bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan
pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh
pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari
sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut
membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan,
pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut
pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi
pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam
pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu
dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas.
Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan
secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957,
Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12)
mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1) memahami
masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam
masalah tersebut,
(2) merencanakan
cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk
memecahkan masalah tersebut,
(3) melaksanakan
rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk
menyelesaikan masalah, dan
(4) mengecek
hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada
dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat
tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan
pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan,
melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang
ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan
ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga
diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar
tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan
masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah.
Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan
keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat
berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai,
melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait,
pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan
lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau
adanya jawaban lainnya.
2.8 Strategi
pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua
merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai
dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana
Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam
Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah, yaitu:
(1)
mencoba-coba,
(2) membuat
diagram,
(3) mencobakan
pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat
table,
(5) menemukan
pola,
(6) memecah
tujuan,
(7)
memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir
logis,
(9) bergerak
dari belakang,
(10) mengabaikan
hal yang tidak mungkin.
pemecahan
masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah
lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara
general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan
karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu
dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih
strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.
Pemecah masalah
yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang
siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami
konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3)
menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan
konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan
menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai
strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain,
dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya
mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya
membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan
tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat
diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang
sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa
percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan
pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai
strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus
yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah
hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.
2.9 PEMBELAJARAN
GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun
silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya
lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan
dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala
sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga
memaksa mereka untuk
merekonstruksi
garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani
yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan
lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi
dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai
akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental
yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih
dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM
1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis,
bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil
buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak
sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff.
Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik,
garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi
sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi
kurva dan jenis-jenis kurva.
Matematika tak
pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar
selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya
mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut
merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah
dasar.
3.0 Pembelajaran
Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah,
karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang
psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan
spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut
pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan
masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan
transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur
matematika.
Usiskin
mengemukakan bahwa
1. geometri
adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang
menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang
tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri
adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya
diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat
berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan
Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan,
menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca
serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya
geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan
dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah
dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang
dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil
belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara
berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling
memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil
pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang
dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu,
prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan
pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di
Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya
prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman,
2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum
memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan
bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar
pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan
jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang
memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa
dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja
(1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat
gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman,
pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat
ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih
ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar,
mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan
belum mampu menggunakan perolehan
geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh
adalah penerapan teori van Hiele.
Teori van Hiele
dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina
van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan
memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet
dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri
berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan
perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika
Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an.
Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus
meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan
teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.
Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap
belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil
yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam
menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele.
Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi
teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan
bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri
sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan
bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif
daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan
bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir
siswa.
Tingkat Berpikir
van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan
Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan
perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele,
seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri.
Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi),
tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4
(rigor).
Tahap berpikir
van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap 0
(Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap
holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri
hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara
eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang
obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat
memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang
ditunjukkan.
Tahap 1
(Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah
tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat
menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran,
eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum
sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat
melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat
dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi
Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional,
tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.
Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu
bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat
membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan
menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara
hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah
metode untuk membangun geometri.
Tahap 3
(Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa
dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun
teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk
mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan
konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui
serangkaian penalaran deduktif.
Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista juga
menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger
menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal
dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi
aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak
didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele
mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan
sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih
bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan
sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa
setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan
sendiri-sendiri.
Clements &
Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
(1) belajar adalah proses yang tidak kontinu,
terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap
tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu
tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
(4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai
sifat-sifat berikut:
(1) berurutan, yakni seseorang harus melalui
tahap-tahap tersebut sesuai urutannya;
(2) kemajuan,
yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan
metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3) intrinsik
dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang
jelas pada tahap berikutnya;
(4) kosakata,
yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5) mismacth,
yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada
tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi,
kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap
berpikir siswa.
Setiap tahap dalam teori van
Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri
dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak
ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses
berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap
berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa
harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya.
Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak
bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan.
Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan
tahap berpikir siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya
dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa
memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat
banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya
objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan
disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains
dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu
lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu
untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
Matematika
adalah cara berfikir
Matematika
adalah bahasa
Matematika
adalah suatu alat
Matematika adalah suatu seni
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hakekat
Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah,
pengukuran, geometri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar
Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada
diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi.
Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat
menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit.
Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang
membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca
umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.
Muara
Bulian, 8 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat
di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk
mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah
mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi
dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin
disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah
satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli
bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang,
kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika
tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan.
Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus
mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta
laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam
bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat
kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak
ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga
diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan
konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh
sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai
macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas
adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan
melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah
ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu
yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami
menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang
Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan
latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
- Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
- Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
- Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
- Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
- Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
- Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran. ?
- Strategi pemecahan masalah ?
- Pembelajaran Geometri ?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
- Pengertian dari Hakekat Matematika
- Proses pembelajaran Matematika
- Karakteristik Hakekat Matematika
1.4. Kegunaan
Kegunaan dalam penyusunan makalah
ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan
wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media
informasi tentang Hakekat Matematika.
BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA
2.1 Hakekat
Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul,
dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan
sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :
a. Aksioma ( suatu
pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu
dibuktikan lagi)
b.
Definisi (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c. Yeorama (Pernyataan
yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d. Himpunan
(Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa
himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika
merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari
matematika adalah :
Melatih cara berfikir
dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi.
Dan matematika merupakan produk atau
proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran
intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata
sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode
yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode
deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen.
Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif,
tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara
deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima
kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika mempelajari tentang
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika
tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang
paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek
dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu
merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide
abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga
merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep
yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan
erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya
definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep
yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat
terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan
kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan
hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti
penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam
operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen
yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang
dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair
karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui
matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk
menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif
secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya
untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan,
menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah
(Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika
dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan
matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih
efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan
menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental
(Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali.
Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali
tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real.
Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan
dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan
matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses
yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran
matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006:
10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1) situasi
personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2) situasi
sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan
kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3) situasi
masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat
sekitar siswa tinggal, dan
(4) situasi
saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu
sendiri.
Beberapa hakekat
atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.
Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak
atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu
pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema
(termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
b.
Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya
sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan
sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis
matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan
matematika seperti jangka, kalkulator, dan
sebagainya.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola
pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh
atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan
hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi
secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan
generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d. Matematika sebagai cara bernalar (the way
of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak
karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih
(valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika
yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau
aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
2.2 Proses
Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar
(Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu
diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan
secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan
lebih kreatif jika:
a. Dikembangkannya
rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b. Memberi kesempatan
pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c. Melibatkan
peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.
Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e. Melibatkan
mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses
pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di
atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada
prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta
prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta
didik. Agar proses pembelajaran dapat bermakna maka aktifitas dan
kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan
pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas
siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.
2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik-
karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan
berikut:
a. Memiliki
Kajian Objek Abstrak.
b.
Bertumpu Pada Kesepakatan.
c. Berpola pikir Deduktif
namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif
melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d. Memiliki Simbol yang
Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e. Memperhatikan
Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah
diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f. Konsisten Dalam
Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan
ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi
antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a. Matematika
memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek
pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari
objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun
objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakta
(abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh
simbol bilangan “3” sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di
sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan
sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah
di pahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2. Konsep (abstrak)
adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu
konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli”
adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang
sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang
metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang
membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat
ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga
menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3. Operasi (abstrak)
adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang
lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”.
Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam
matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah
aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang
diketahui.
4. Prinsip (abstrak)
adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa
fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”,
“teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.
Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan
konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun
pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma
dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan
berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari
satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui
pendefinisian.
c. Berpola
pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat
khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat
sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh:
Banyak teorema
dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus,
misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam
suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus
dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi
terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip
diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat,
bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita
harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita
mendapat konsep primer yang lain.
d.
Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik
berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika
dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa
persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang
digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau
berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk
dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam
model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan
model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan
dari ilmu bahasa (linguistik).
e. Memperhatikan
semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol
dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu
dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol
diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol
itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut
dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya
penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta
pembicaraannya.
Contoh:
Dalam semesta
pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya?
Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh
hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka
jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban
yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah “himpunan kosong”.
f. Konsisten dalam sistemnya
Dalam
matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama
lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.
Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem
geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem
aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu
sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil”
yang berkaitan satu sama lain.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
2.4 Hakikat
Lambang Bilangan
2.4.1 Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan
dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu
bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari
lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam
matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk
meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional,
dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan
menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris.
Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran
bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang
mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai
keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris
disebut sebagai aritmetika.
2.4.2 Perbedaan
Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali
disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas
yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan
bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab
"5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner),
maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1",
"0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan
lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan
sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang
berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam
barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat
erat terkait dengan pengertian urutan.
2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan,
dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali,
dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada
salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali,
apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung
bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat
Komutatif (Pertukaran)
a). Sifat komutatif pada penjumlahan,
bentuknya: a + b = b + a
b). Sifat komutatif pada perkalian,
bentuknya: a x b = b x a
2. Sifat
Asosiatif (Pengelompokkan)
a). Sifat asosiatif pada penjumlahan,
bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
b). Sifat asosiatif pada perkalian,
bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)
3. Sifat
Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x
c) + (b x c) OPERASI
Mari kita jalani
Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif
ditambah Positif,
hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
contoh :
16 + 5 = 21
b. Positif/Negatif ditambah Nol,
hasilnya Bilangan Bulat asal,
contoh :
16 + 0 = 16
(-16) - 0 = -16
c. Positif ditambah Negatif,
hasilnya
Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
-
Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
maka jawabannya Bilangan Positif.
-
Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu
tanda negatif/positif,
lalu bilangan yang lebih besar dikurangi
bilangan yang lebih kecil,
sesudah itu tentukan Negatif atau
Positifnya,
contoh :
16 + (-5) = 16 - 5 = 11
16 lebih besar dan positif
maka jawabannya 11 juga positif
5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
lebih besar dan Negatif
maka
jawabannya -11 juga Negatif
d. Negatif
ditambah Negatif,
hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
sama saja ketika mengerjakan positif
dengan positif,
hanya saja disini semuanya bilangan
Negatif,
contoh :
(-16) + (-5)>Positif berjajar dengan
negatif diartikan negatif
= (-16) - 5
= -21
2. Pengurangan :
a. Positif
dikurangi Positif
- Bila lebih
besar bilangan yang paling awal (dikurangi)
hasilnya Positif,
Contoh
3 - 2 = 1
- Bila lebih
besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)
hasilnya Negatif,
Contoh
2 - 3 = -1
b. Positif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif
dikurangi Positif
Abaikan dulu
tanda negatif/Positif,
yang lebih besar
dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan positif,
maka jawaban
juga positif (3)
(-7) + 6= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan negatif,
maka jawaban
juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 =
-3
d. Negatif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7) - (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu
tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih
besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar
adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban
4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3)
=(-4)
3. Perkalian :
a. Positif
dikali Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali
Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif
dikali Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif
dikali Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-6)x(-7) = 42
4. Pembagian :
a. Positif
dibagi Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif
dibagi Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif
dibagi Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif
dibagi Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-75) : (-5) = 15
2.5 Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah
pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika,
pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai
pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran
matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti
memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari,
dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi
peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana
mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang
harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek
pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah
memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula
tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah
agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung
pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan
masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika,
ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan
dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika
Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam
proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada
dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan
suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam
perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan
pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip.
Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar
aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan
kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan
masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan
sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai
sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan
ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah
matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan
untuk memecahkan masalah lain yang
memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut
digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam
situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan
ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan
masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai
objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan
masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6 Pemecahan masalah sebagai tipe belajar
matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk,
2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan
belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat
(signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning),
rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar
membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning),
belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving).
Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini
berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki
tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah
merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar
lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan
melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar
konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan
bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses
menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan
kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana
penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori
belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan
konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses
informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan
aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar
dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih
kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.
2.7 Pemecahan
masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah
mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai
tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke
dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an
pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang
objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga
interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan
sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep
matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah
cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu
bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan
pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh
pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari
sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut
membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan,
pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut
pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi
pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam
pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu
dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas.
Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan
secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957,
Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12)
mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1) memahami
masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam
masalah tersebut,
(2) merencanakan
cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk
memecahkan masalah tersebut,
(3) melaksanakan
rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk
menyelesaikan masalah, dan
(4) mengecek
hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada
dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat
tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan
pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan,
melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang
ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan
ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga
diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar
tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan
masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah.
Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan
keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat
berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai,
melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait,
pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan
lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau
adanya jawaban lainnya.
2.8 Strategi
pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua
merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai
dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana
Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam
Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah, yaitu:
(1)
mencoba-coba,
(2) membuat
diagram,
(3) mencobakan
pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat
table,
(5) menemukan
pola,
(6) memecah
tujuan,
(7)
memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir
logis,
(9) bergerak
dari belakang,
(10) mengabaikan
hal yang tidak mungkin.
pemecahan
masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah
lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara
general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan
karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu
dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih
strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.
Pemecah masalah
yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang
siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami
konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3)
menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan
konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan
menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai
strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain,
dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya
mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya
membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan
tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat
diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang
sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa
percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan
pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai
strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus
yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah
hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.
2.9 PEMBELAJARAN
GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun
silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya
lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan
dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala
sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga
memaksa mereka untuk
merekonstruksi
garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani
yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan
lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi
dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai
akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental
yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih
dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM
1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis,
bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil
buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak
sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff.
Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik,
garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi
sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi
kurva dan jenis-jenis kurva.
Matematika tak
pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar
selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya
mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut
merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah
dasar.
3.0 Pembelajaran
Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah,
karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang
psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan
spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut
pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan
masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan
transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur
matematika.
Usiskin
mengemukakan bahwa
1. geometri
adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang
menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang
tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri
adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya
diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat
berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan
Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan,
menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca
serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya
geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan
dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah
dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang
dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil
belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara
berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling
memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil
pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang
dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu,
prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan
pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di
Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya
prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman,
2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum
memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan
bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar
pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan
jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang
memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa
dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja
(1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat
gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman,
pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat
ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih
ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar,
mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan
belum mampu menggunakan perolehan
geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh
adalah penerapan teori van Hiele.
Teori van Hiele
dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina
van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan
memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet
dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri
berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan
perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika
Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an.
Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus
meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan
teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.
Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap
belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil
yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam
menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele.
Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi
teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan
bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri
sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan
bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif
daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan
bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir
siswa.
Tingkat Berpikir
van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan
Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan
perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele,
seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri.
Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi),
tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4
(rigor).
Tahap berpikir
van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap 0
(Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap
holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri
hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara
eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang
obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat
memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang
ditunjukkan.
Tahap 1
(Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah
tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat
menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran,
eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum
sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat
melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat
dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi
Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional,
tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.
Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu
bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat
membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan
menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara
hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah
metode untuk membangun geometri.
Tahap 3
(Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa
dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun
teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk
mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan
konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui
serangkaian penalaran deduktif.
Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista juga
menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger
menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal
dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi
aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak
didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele
mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan
sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih
bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan
sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa
setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan
sendiri-sendiri.
Clements &
Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
(1) belajar adalah proses yang tidak kontinu,
terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap
tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu
tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
(4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai
sifat-sifat berikut:
(1) berurutan, yakni seseorang harus melalui
tahap-tahap tersebut sesuai urutannya;
(2) kemajuan,
yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan
metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3) intrinsik
dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang
jelas pada tahap berikutnya;
(4) kosakata,
yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5) mismacth,
yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada
tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi,
kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap
berpikir siswa.
Setiap tahap dalam teori van
Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri
dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak
ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses
berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap
berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa
harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya.
Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak
bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan.
Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan
tahap berpikir siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya
dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa
memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat
banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya
objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan
disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains
dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu
lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu
untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
Matematika
adalah cara berfikir
Matematika
adalah bahasa
Matematika
adalah suatu alat
Matematika adalah suatu seni
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hakekat
Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah,
pengukuran, geometri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar
Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada
diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi.
Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat
menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit.
Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang
membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca
umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.
Muara
Bulian, 8 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat
di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk
mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah
mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi
dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin
disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah
satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli
bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang,
kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika
tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan.
Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus
mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta
laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam
bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat
kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak
ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga
diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan
konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh
sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai
macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas
adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan
melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah
ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu
yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami
menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang
Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan
latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
- Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
- Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
- Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
- Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
- Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
- Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
- Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran. ?
- Strategi pemecahan masalah ?
- Pembelajaran Geometri ?
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
- Pengertian dari Hakekat Matematika
- Proses pembelajaran Matematika
- Karakteristik Hakekat Matematika
1.4. Kegunaan
Kegunaan dalam penyusunan makalah
ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan
wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media
informasi tentang Hakekat Matematika.
BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA
2.1 Hakekat
Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul,
dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan
sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :
a. Aksioma ( suatu
pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu
dibuktikan lagi)
b.
Definisi (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c. Yeorama (Pernyataan
yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d. Himpunan
(Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa
himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika
merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari
matematika adalah :
Melatih cara berfikir
dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi.
Dan matematika merupakan produk atau
proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran
intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata
sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode
yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode
deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen.
Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif,
tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara
deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima
kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika mempelajari tentang
keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika
tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang
paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek
dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu
merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide
abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga
merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep
yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan
erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya
definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep
yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat
terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan
kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan
hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti
penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam
operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen
yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang
dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair
karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui
matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk
menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif
secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya
untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan,
menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah
(Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika
dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan
matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih
efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan
menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental
(Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali.
Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali
tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real.
Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan
dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan
matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses
yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran
matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006:
10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1) situasi
personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2) situasi
sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan
kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3) situasi
masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat
sekitar siswa tinggal, dan
(4) situasi
saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu
sendiri.
Beberapa hakekat
atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.
Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak
atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu
pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema
(termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
b.
Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya
sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan
sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis
matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan
matematika seperti jangka, kalkulator, dan
sebagainya.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola
pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh
atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan
hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi
secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan
generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d. Matematika sebagai cara bernalar (the way
of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak
karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih
(valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika
yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau
aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
2.2 Proses
Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar
(Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu
diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan
secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan
lebih kreatif jika:
a. Dikembangkannya
rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b. Memberi kesempatan
pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c. Melibatkan
peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.
Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e. Melibatkan
mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses
pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di
atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada
prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta
prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta
didik. Agar proses pembelajaran dapat bermakna maka aktifitas dan
kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan
pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas
siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.
2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik-
karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan
berikut:
a. Memiliki
Kajian Objek Abstrak.
b.
Bertumpu Pada Kesepakatan.
c. Berpola pikir Deduktif
namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif
melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d. Memiliki Simbol yang
Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e. Memperhatikan
Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah
diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f. Konsisten Dalam
Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan
ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi
antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a. Matematika
memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek
pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari
objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun
objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakta
(abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh
simbol bilangan “3” sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di
sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan
sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah
di pahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2. Konsep (abstrak)
adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu
konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli”
adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang
sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang
metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang
membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat
ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga
menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3. Operasi (abstrak)
adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang
lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”.
Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam
matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah
aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang
diketahui.
4. Prinsip (abstrak)
adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa
fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”,
“teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.
Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan
konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun
pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma
dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan
berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari
satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui
pendefinisian.
c. Berpola
pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat
khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat
sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Contoh:
Banyak teorema
dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus,
misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam
suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus
dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi
terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip
diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum
abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat,
bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita
harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita
mendapat konsep primer yang lain.
d.
Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik
berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika
dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa
persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang
digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau
berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk
dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam
model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan
model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan
dari ilmu bahasa (linguistik).
e. Memperhatikan
semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol
dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu
dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol
diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol
itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut
dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya
penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta
pembicaraannya.
Contoh:
Dalam semesta
pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya?
Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh
hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka
jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban
yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah “himpunan kosong”.
f. Konsisten dalam sistemnya
Dalam
matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama
lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.
Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem
geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem
aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu
sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil”
yang berkaitan satu sama lain.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
2.4 Hakikat
Lambang Bilangan
2.4.1 Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan
dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu
bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari
lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam
matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk
meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional,
dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan
menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris.
Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran
bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang
mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai
keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris
disebut sebagai aritmetika.
2.4.2 Perbedaan
Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali
disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas
yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan
bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab
"5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner),
maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1",
"0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan
lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan
sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang
berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam
barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat
erat terkait dengan pengertian urutan.
2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan,
dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali,
dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada
salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali,
apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung
bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat
Komutatif (Pertukaran)
a). Sifat komutatif pada penjumlahan,
bentuknya: a + b = b + a
b). Sifat komutatif pada perkalian,
bentuknya: a x b = b x a
2. Sifat
Asosiatif (Pengelompokkan)
a). Sifat asosiatif pada penjumlahan,
bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
b). Sifat asosiatif pada perkalian,
bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)
3. Sifat
Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x
c) + (b x c) OPERASI
Mari kita jalani
Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif
ditambah Positif,
hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
contoh :
16 + 5 = 21
b. Positif/Negatif ditambah Nol,
hasilnya Bilangan Bulat asal,
contoh :
16 + 0 = 16
(-16) - 0 = -16
c. Positif ditambah Negatif,
hasilnya
Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
-
Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
maka jawabannya Bilangan Positif.
-
Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu
tanda negatif/positif,
lalu bilangan yang lebih besar dikurangi
bilangan yang lebih kecil,
sesudah itu tentukan Negatif atau
Positifnya,
contoh :
16 + (-5) = 16 - 5 = 11
16 lebih besar dan positif
maka jawabannya 11 juga positif
5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
lebih besar dan Negatif
maka
jawabannya -11 juga Negatif
d. Negatif
ditambah Negatif,
hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
sama saja ketika mengerjakan positif
dengan positif,
hanya saja disini semuanya bilangan
Negatif,
contoh :
(-16) + (-5)>Positif berjajar dengan
negatif diartikan negatif
= (-16) - 5
= -21
2. Pengurangan :
a. Positif
dikurangi Positif
- Bila lebih
besar bilangan yang paling awal (dikurangi)
hasilnya Positif,
Contoh
3 - 2 = 1
- Bila lebih
besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)
hasilnya Negatif,
Contoh
2 - 3 = -1
b. Positif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif
dikurangi Positif
Abaikan dulu
tanda negatif/Positif,
yang lebih besar
dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan positif,
maka jawaban
juga positif (3)
(-7) + 6= 7 - 6
= 3
yang lebih besar
adalah 7 dan negatif,
maka jawaban
juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 =
-3
d. Negatif
dikurangi Negatif
Akan ada dua
tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7) - (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu
tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih
besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih
besar positif, jawaban positif
bila yang lebih
besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar
adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban
4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3)
=(-4)
3. Perkalian :
a. Positif
dikali Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali
Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif
dikali Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif
dikali Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-6)x(-7) = 42
4. Pembagian :
a. Positif
dibagi Positif,
hasilnya Positif,
contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif
dibagi Negatif,
hasilnya Negatif,
contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif
dibagi Positif,
hasilnya Negatif,
contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif
dibagi Negatif,
hasilnya Positif,
contoh (-75) : (-5) = 15
2.5 Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah
pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika,
pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai
pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran
matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti
memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari,
dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi
peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana
mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang
harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek
pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah
memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula
tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah
agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung
pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan
masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika,
ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan
dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika
Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam
proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada
dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan
suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam
perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan
pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip.
Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar
aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan
kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan
masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan
sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai
sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan
ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah
matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan
untuk memecahkan masalah lain yang
memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut
digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam
situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan
ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan
masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai
objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan
masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6 Pemecahan masalah sebagai tipe belajar
matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk,
2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan
belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat
(signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning),
rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar
membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning),
belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving).
Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini
berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki
tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah
merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar
lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan
melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar
konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan
bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses
menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan
kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana
penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori
belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan
konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses
informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan
aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar
dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih
kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.
2.7 Pemecahan
masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah
mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai
tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke
dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an
pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang
objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga
interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan
sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep
matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah
cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu
bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan
pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh
pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari
sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut
membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan,
pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut
pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi
pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam
pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu
dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas.
Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan
secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957,
Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12)
mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1) memahami
masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam
masalah tersebut,
(2) merencanakan
cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk
memecahkan masalah tersebut,
(3) melaksanakan
rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk
menyelesaikan masalah, dan
(4) mengecek
hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada
dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat
tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan
pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan,
melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang
ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan
ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga
diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar
tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan
masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah.
Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan
keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat
berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai,
melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait,
pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan
lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau
adanya jawaban lainnya.
2.8 Strategi
pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua
merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai
dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana
Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam
Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah, yaitu:
(1)
mencoba-coba,
(2) membuat
diagram,
(3) mencobakan
pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat
table,
(5) menemukan
pola,
(6) memecah
tujuan,
(7)
memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir
logis,
(9) bergerak
dari belakang,
(10) mengabaikan
hal yang tidak mungkin.
pemecahan
masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah
lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara
general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan
karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu
dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih
strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.
Pemecah masalah
yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang
siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami
konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3)
menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan
konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan
menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai
strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain,
dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya
mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya
membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan
tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat
diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang
sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa
percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan
pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai
strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus
yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah
hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.
2.9 PEMBELAJARAN
GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun
silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya
lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan
dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala
sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga
memaksa mereka untuk
merekonstruksi
garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani
yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan
lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi
dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai
akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental
yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih
dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM
1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis,
bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil
buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak
sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff.
Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik,
garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi
sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi
kurva dan jenis-jenis kurva.
Matematika tak
pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar
selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya
mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut
merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah
dasar.
3.0 Pembelajaran
Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah,
karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang
psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan
spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut
pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan
masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan
transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur
matematika.
Usiskin
mengemukakan bahwa
1. geometri
adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang
menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang
tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri
adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya
diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat
berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan
Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan,
menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca
serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya
geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan
dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah
dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang
dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil
belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara
berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling
memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil
pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang
dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu,
prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan
pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di
Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya
prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman,
2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum
memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan
bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar
pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan
jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang
memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa
dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja
(1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat
gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman,
pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat
ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih
ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar,
mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan
belum mampu menggunakan perolehan
geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh
adalah penerapan teori van Hiele.
Teori van Hiele
dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina
van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan
memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet
dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri
berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan
perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika
Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an.
Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus
meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan
teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.
Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap
belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil
yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam
menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele.
Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi
teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan
bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri
sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan
bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif
daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan
bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir
siswa.
Tingkat Berpikir
van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan
Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan
perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele,
seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri.
Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi),
tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4
(rigor).
Tahap berpikir
van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap 0
(Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap
holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri
hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara
eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang
obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat
memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang
ditunjukkan.
Tahap 1
(Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah
tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat
menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran,
eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum
sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat
melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat
dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi
Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional,
tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.
Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu
bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat
membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan
menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara
hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah
metode untuk membangun geometri.
Tahap 3
(Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa
dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun
teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk
mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan
konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui
serangkaian penalaran deduktif.
Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista juga
menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger
menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal
dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi
aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak
didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele
mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan
sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih
bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan
sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa
setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan
sendiri-sendiri.
Clements &
Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
(1) belajar adalah proses yang tidak kontinu,
terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap
tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu
tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
(4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai
sifat-sifat berikut:
(1) berurutan, yakni seseorang harus melalui
tahap-tahap tersebut sesuai urutannya;
(2) kemajuan,
yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan
metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3) intrinsik
dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang
jelas pada tahap berikutnya;
(4) kosakata,
yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5) mismacth,
yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada
tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi,
kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap
berpikir siswa.
Setiap tahap dalam teori van
Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri
dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak
ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses
berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap
berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa
harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya.
Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak
bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan.
Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan
tahap berpikir siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya
dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa
memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat
banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya
objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan
disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains
dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu
lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu
untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
Matematika
adalah cara berfikir
Matematika
adalah bahasa
Matematika
adalah suatu alat
Matematika adalah suatu seni
Comments
Post a Comment