Makalah pemahaman dari Teori Konstruktivisme PGSD UNJA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini terdapat beragam inovasi
baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu
inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih
dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang
ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas
masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada
benda-benda konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil
menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar
selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik
pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang
sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka
pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih
matang.
Maka dari permasalahan tersebut,
kami melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat
teori belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam
mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan
konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari
lingkungan kehidupannya sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
devinisi dari teori konstruktivisme ?
2. Bagaimanakah
konsep dasar dari teori Konstruktivisme ?
3. Bagaimana implementasi
teori konstruktivisme ?
C. Tujuan
1. Memahami dan
mengerti devinisi dari teori konstruktivisme
2. Memahami dan
mengerti dari adanya konsep dasar teori konstruktivisme
3. Memahami dan
mengerti cara mengaplikasikan teori konstruktivisme dalam sistem pembelajaran
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Belajar Konstruktivisme
Kontruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek
yang di amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari
luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak
bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat
dan mengkontruksinya.
Teori yang melandasi pembelajaran
kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori
konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus
secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks,
memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Teori konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara
stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Demikian ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran
ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan
Pieget dan vigotsky.
B. Ciri-ciri
Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat
ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1. Menekankan
pada proses belajar, bukan proses mengajar
2. Mendorong
terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3. Memandang
siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4. Berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5. Mendorong
siswa untuk melakukan penyelidikan
6. Menghargai
peranan pengalaman kritis dalam belajar
7. Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8. Penilaian
belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9. Berdasarkan
proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk
menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi,
dan analisis
11. Menekankan
bagaimana siswa belajar
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
13. Sangat
mendukung terjadinya belajar kooperatif
14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15. Menekankan
pentingnya konteks siswa dalam belajar
16. Memperhatikan
keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasarkan pada pengalaman nyata
C. Konsep Dasar
Konstruktivisme
Berikut ini merupakan beberapa
konsep kunci dari teori konstruktivisme antara lain:
1. Siswa
Sebagai Individu yang Unik
Teori konstruktivisme berpandangan
bahwa pembelajar merupakan individu yang unik dengan kebutuhan dan latar
belakang yang unik pula. Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan keunikan
dan kompleksitas pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan
memberi penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.
2. Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri
)
Siswa dikembangkan menjadi seorang
yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif, yang sesuai
dengan gaya belajarnya dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan
itu dalam situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi
untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya sebagai
hasil belajar atau karena motivasi eksternal yang lain, misalnya dari guru atau
orang tuanya.
3. Tanggung
jawab Pembelajaran
Dalam konstruktivisme ini
berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu kepada siswa. Teori ini
menekankan bahwa siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda
pendapat dengan pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab
pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan
reseptif. Disini para pembelajar mencari makna dan akan mencoba mencari
keteraturan dari berbagai kejadian yang ada di dunia, bahkan seandainya
informasi yang tersedia tidak lengkap.
4. Motivasi
Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat
bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap potensi belajarnya sendiri.
Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap potensi untuk memecahkan masalah
baru, diturunkan dari pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa
lalu. Maka dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri,
serta motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
5. Peran Guru
Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan
kuliah/ceramah yang menyangkut pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa
untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
6. Kolaborasi
Antarpembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan
latar belakang yang berbeda diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam
penyelesaian tugas dan diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama
tentang kebenaran dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
7. Proses
Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan
dulu dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru
menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan
masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan
pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan
keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.
D. Model
Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan
adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya
tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur
kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga
cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari
satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model
untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam
pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
Fase Eksplorasi
· Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan
pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing
tanah?”.
· Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis
jika perlu).
· Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang
sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai
dengan jawaban mereka semula.
Fase Klarifikasi
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang
cacing tanah.
· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang
cocok untuk dikembangbiakkan.
· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan
merencanakan penyelidikan.
· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan
untuk menguji rencananya.
· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat
cacing tanah dulu dan sekarang.
Fase Aplikasi
· Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya,
dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
· Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi
untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
· Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang
perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.
E. Peranan
(Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran
konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di
kelas.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan
atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru
membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang
merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya
berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka
sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan
kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu
yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain.
Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya
akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat
tinggi
Guru yang menerapkan proses
pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau
hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru
mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui
analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau
pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau
diskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan
interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk
mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki
kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan
gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri
yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan
nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan
terjadi di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan
mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat
berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis
tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang
mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama,
dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan
pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan
menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa
untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena
alam tersebut secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat
dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang
aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari
apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan
tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis
dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan
ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya Teori konstruktivisme
disini diartikan sebagai suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual
menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi
dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Konsep dasar konstruktivisme
merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Peranan (Implementasi) Teori
Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan terbentuk: a) Mendorong
kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. b) Guru mengajukan pertanyaan
terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. d) Siswa terlibat secara aktif
dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya. e) Siswa terlibat
dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi. f) Guru
memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, Psokologi
pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Jeanne, Ormrod, Edisi Ke 6
Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jakarta:
Erlangga, 2008.
Rusman, Model-Model Pada
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2, Jakarta: Rajawali
Press, 2012.
Suyono, Belajar dan
Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011.
Wasty, Soemanto, Psikologi
Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1998.
Winasanjaya, Pembelajaran
dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi Jakarta: Kencana,
2005.
Winasanjaya, Pembelajaran
dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Jakarta:KENCANA,2005), hal 118.
Rusman, Model-Model
Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 2 (Jakarta: Rajawali Press, 2012),
201.
Suyono, Belajar dan
Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011), 111-115.
Ormrod, Jeanne., Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jakarta:
Erlangga, 2008), 78.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998),
89-90.
Pinterest
Comments
Post a Comment