Pendekatan Otoriter, Intimidasi dan permisiif



MAKALAH MANAJEMEN KELAS
PENDEKATAN OTORITER, INTIMIDASI
dan PREMISIF




Disusun Oleh:
Awliya Lafika                 (A1D112064)
Hermina Simatupang      (A1D112066)
Iga Oktia Rahmawati     (A1D112089)
Khairunnisa                    (A1D112087)
Resti Gusmirika              (A1D112050)
Supitniar Hasanah          (A1D112091)

 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013/2O14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Guru dapat diartikan sebagai pekerja sosial, tetapi guru tidak dapat disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Guru perlu menyadari bahwa peranannya adalah sebagai manajerial aktivitas yang harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.
Memanajemeni kelas dalam proses pemecahan masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi terletak pada keterampilan memberikan fasilitas yang berbeda- bada terhadap peserta didik.
Seorang guru harus memiliki, memahami, dan keterampilan dalam menggunakan bermacam- macam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan sekaligus. Dalam artian, guru harus terampil memilih bahkan merangkai pendekatan yang dianggap meyakinkan untuk mengatasi maslah manajemen kelas dengan tepat.
Berikut ini akan dibahas tentang macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas yang disajikan oleh Wilford A.Weber [1986:1996], M.Entang dan T.Raka Joni [1983]. Oleh karena itu, macam-macam pembahasan pendekatan yang dimaksud untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap pendekatan, sehingga guru tidak terperangkap kedalam penerapan pendekatan yang sudah tidak tepat.




1.2  Tujuan
a.       Menjelaskan pengertian pendekatan otoriter, intimidasi, permisif, dalam manajemen kelas.
b.      Menyimpulkan kekuatan dan kelemahan masing- masing pendekatan dalam manajemen kelas.
c.       Menyimpulkan persamaan dan perbedaan masing- masing pendekatan dalam manajemen kelas.
d.      Mengemukakan bentuk-bentuk pendekatan intimidasi dalam manajemen kelas.
e.       Menjelaskan lima strategi pendekatan instruksional dalam manajemen kelas
f.        Menyimpulkan alasan penerapan pendekatan eklektik atau pendekatan analitik pluralistik dalam manajemen kelas.
g.       Memahami empat tahap pendekatan analitik pluralistik yang perlu dicermati dalam manajemen kelas

1.3  Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan pendekatan otoriter?
b.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan intimidasi?
c.       Apa yang dimaksud dengan pendekatan primitif?








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Otoriter
Pendekatan ini memendang bahwa menejemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta didik dalam posisi in. Dalam pendekatan ini, peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturan atau disiplin didalam kelas.didalam pendekatan ini, disiplin sama dengan menejemen kelas.
Pendekatan otoriter atau memaksakan kehendak. Memandang bahwa manajemen kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta didik oleh guru. Dalam pendekatan ini guru menempatkan peranan menciptakan dan memelihara ketertiban kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuannya adalah mengendalikan perilaku peserta didik, serta guru bertanggung jawab mengendalikan perilaku peserta didik karena guru yang paling mengetahui dan berurusan dengan peserta didik.
Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka perlu adanya pendekatan:
a.       Perintah dan larangan
Pendekatan ini tampak mudah, namun kenyataan kurang mantap dalam pelaksanaan. Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu. Seorang pengajar yang melaksanakan perintah dan larangan bersikap reaktif.
Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi.
Sehingga dengan pendekatan perintah dan larangan ini tidak membuka peluang bagi tindakan yang luwes dan kreatif. Di sinilah sifat otoriter dari pendekatan perintah dan larangan itu datang bertumpuk untuk melakukan tugas-tugas di sekolah.
Akibatnya pengajar kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan hanya mengandalkan penerapan pendekatan tersebut untuk masalah yang sama, yang mirip dan sementara cocok. Dengan demikian pengajar dikatakan kurang mampu  menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.


b.       Penekanan dan penguasaan
Pendekatan penekanan dan penguasaan ini banyak mementingkan diri pengajar sendiri seirama dengan pendekatan pertama, pengajar banyak memerintah, mengomel dan memarahi. Seiring pula dalam melakukan pendekatan dengan memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa (misalnya pimpinan sekolah, orang tua). Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan penekanan, menyatakan ketidak setujuan dengan kata-kata, tindakan atau pandangan menunjukkan sikap penguasaan.
Semua contoh pendekatan demikian bersifat otoriter atau berkuasa atas diri orang lain. Bila dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas kita menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan ini maka memungkinkan pembelajar diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya. Bagi pelajar pendekatan penguasaan dan penekanan ini berarti memaksakan kehendak orang lain. Sehingga tahap toleransinya kurang terbina. Pendekatan semacam ini kurang tepat, kurang toleransi, dan kurang bijaksana.

c.       Penghukuman dan pengancaman
Pendekatan penghukuman muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku antara lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan pengusiran. menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh menertawakai: atau menghukum seseorang di depan pembelajar, memaksa pembelajar untuk meminta maaf. Memaksa dengan tuntutan tenentu, atau bahkan dengan ancaman-ancaman.
Pendekatan semacam ini tidak dibenarkan karena kurang manusiawi setiap pembelajar kurang mendapatkan penghargaan sebagai individu yang mempunyai harga diri. Pendekatan penghukuman dan pengancaman ini termasuk penanganan yang kurang tepat, bersifat otoriter kurang manusiawi.
Berdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncul dan sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar.
Pada umumnya tindakan otoriter kurang menguntungkan, hasilnya berupa tingkah laku atau pemecahan sementara. Sementara tersebut belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya. Melainkan baru menjangkau gejala-gejala yang muncul dipermukaan belaka.

d.       Pendekatan dan larangan
Pendekatn otoriter menawarkan lima strategi yang dapat diterapkan dalam memanajemeni kelas,yaitu:
1.       Menciptakan dan menegakkan peraturan adalah kegiatan guru menggariskan pembatasan-penbatasan dengan memeberitahukan kepada peserta didik apa yang diharapkan dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian, kegiatan menciptakan dan menegakkan peraturan adalah proses mendefinisikan dengan jelas dan spesifik harapan guru mengenai perilaku peserta didik. Maksud peraturan ini adalah menuntun dan membatasi perilaku peserta didik.
2.       Memberikan perintah, pengarahan, dan pesan adalah strategi guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru.
3.       Menggunakan teguran ramah adalah strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru memarahi peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar peraturan dengan cara lemeh lembut.
4.       Menggunakan pengendalian dengan mendekati adalah tindakan guru bergerak mendekati peserta didik yang dilihatnya berperilaku menyimpang. Strategi ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan.
5.       Menggunakanpemisahandanpengucilanadalah strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang peserta didik yang tingkat penyimpangannya cukup berat.

2.2   Pendekatan Intimidasi

Pendekatan ini juga memandang menejemen kelas sebagai proses mengendalikan perilaku peserta didik hanya saja pada pendekatan ini tampak lebih dilandasi oleh asumsi bahwa perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku buruk. Peran guru disini adalah menggiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga meteka merasa takut untuk melanggaranya.
Pendekatan intimidasi adalah penekanan pendekatan yang memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang manusiawi, pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku mengintimidasi. Bentu-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan, paksaaan, ancaman, serta menyalahkan.
Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang diberikan pada situasi tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku peserta didik yang menyimpang. Sekalipun pendekatan intimidasi sudah dipakai secar luas dan aada manfaatnya, terdapat banyak kecaman terhadap pendekatan ini.
Penggunakan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara sementara dan hanya menangani gejala masalahnya, bukan masalah itu sendiri. Kelemahan yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.

2.3   Pendekatan Permisif
Pendekatan ini bertentangan langsung dengan pendekatan intimidatif. Esensi pendekatan terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik merasa bebas melakukan apa yang mereka mau.  Jika hal itu tidak dilakukan maka yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini adalah: apa, kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas sesuai dengan yang diinginkannya. Perana guru adalah meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab dengan itu akan membantu pertumbuhan secara wajar.
Pendekatan permisif sedikit penganjurnya. Pendekatan ini kurang menyadari bahwa sekolah dan kelas adalah sistem sosial yang memiliki pranata-pranata sosial. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memperkosa dan mengancam hak-hak orang lain.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan permisif dalam bentuknya yang murni tidak produktif diterapkan dalam situasi atau lingkungan sekolah dan kelas. Para peserta didik sebaiknya memperoleh kesempatan secara psikologi memikul resiko yang aman, mengatur kegiatan sekolah sesuai cakupannya, mengembangkan kemempuan memimpin diri sendiri,  disiplin sendiri, dan tanggung jawab sendiri.
Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksaan pengelolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar, yaitu:
1)   Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasa bodohan merupakan tindakan yang bersifat premisif.
Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh pembelajar diantaranya:
·      Meremehkansesuatukejadian,atautidakmelakukanapa-apasamasekali,
·      Memberipeluangkemalasandanmenundapekerjaan,
·      Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya,
·      Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain,
·      Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota.
Melalui pendekatan ini pengajar memandang mudah, tak banyak resiko. Namun, sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan, terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti, suatu tugas atau penanggung jawab. Padahal pembelajar memiliki harga diri pribadi serta pola berpikir yang masing-masing tidak sama.
2)   Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.
Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu memikrkan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang menguntungkan lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau disusun.
Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja pembelajar belum memadai dan kurang terarah Akibat yang sering terjadi pembelajar merasa telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab dalam kelompok atau kelas itu. Tapi ternyata dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.

 Teknik pembinaan dan penerapan Disiplin kelas
  Berdasarkan Ketiga Konsep disiplin yang telah dibahas,yaitu konsep otoriter,intimidasi dan konsep permisifmaka setidaknya terdapat tiga macam teknik pembinaan pembinaan disiplin kelas.

1.      Teknik external control
Teknik external control merupakan suatu teknik yang mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Teknikini eyakini kebenaran akan teori X,yang mempunyai asumsi-asumsi tidak baik mengenai manusia.
Peserta didik di dalam kelas senantiasa terus diawasi dan dikontrol agar tidak terbawa dalam kegiatan-kegiatan yang destruktif dan tidak produktif.Menurut teknik ini,peserta didik di dalam kelas harus terus- menerus didisiplinkan dan jika perlu ditakuti dengan hukuman dan hadiah.Hukuman diberikan kepada peserta didik yang tidak disiplin di dalam kelas, sedangkan hadiah diberikan kepada peserta didik yang berdisiplin di dalam kelas.

2.      Teknik internal control
Teknik internal control merupakan kebalikan dari teknik external control.teknik internal control mengusahakan agar pesertadidik dapat mendisiplinkan diri sendiri di dalam kelas. dalam teknik ini ,peserta didik disadarkan akan pentingnya disiplin.sesudah pesertadidik sadar,ia akan mawas diri serta berusaha mendisiplinkan diri sendiri.jika teknik ini dikembangkan dengan baik,akan mempunyaikekuatanyang lebih hebat dibandingkan dengan teknik external control.
Kunci sukses penerapan teknik ini adalah ada pada keteladanan guru dalam berdisiplin, mulai dari disiplin waktu,disiplin mengajar,disiplin berkendara,disiplin beribadah, dan lainnya.Guru sebagai manajer kelas tidak akandapat mendisiplinkan peserta didiknya di dalam kelas jika guru sendiri tidak berprilaku disiplin.

3.      Teknik cooperative control
Dalam teknik cooperative control ini antara guru sebagai manajer kelas dengan peserta didik harus saling bekerja sama dengan baik dalam menegakan disiplin di dalam kelas.Guru dan peserta didk lazimnya membuat semacam kontrak perjanjian yang berisi aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama ,sanksi-sanksi atas indisipliner (ketidaksplinan)juga dibuat serta ditaati bersama.kontrak perjanjian ini sangatlah penting karena dengan cara demikian gurudan peserta didik dapat bekerja sama dengan baik.kerja sama tersebut akan membuat peserta didik merasa dihargai.
Jika demikian, manakah teknik pembinaan disiplin kelas yang paling? Tentu saja tidak ada yang paling baik karena setiap teknik pembiasaan disiplin kelas tersebut masing-masing memiliki berbagai kelebihan dan kelemahan.dalam penerapannya,guru sebagai manajer kelas dapat menggabungkan ketiga teknik pembinaan tersebut secara efektif dengan melakukan hal-hal berikut ini.
·        Guru mencontohkan perilaku yang tertib kepada pesertadidiknya.
Sebelum mendisplinkan peserta didiknya,sebaiknya seorang guru harus mendisiplinkan  dirinya terlebih dahulu.guruharusmenunjukan berbagai perilaku yang tertib,baik di kelas, di lingkungansekolah,maupun di lingkungan masyarakat. Dari perilaku tersebut diharapkan guru dapat menjadi model bagi peserta didiknya dalam melaksanakan perilaku disiplin.
·         Guru memisahkan peserta didik dariperilakunnya
Terkadang seorang peserta didik dengan sengaja berperilaku buruk hanya untuk membuat jengkel gurunya dan ada juga disebabkan ingin mendapatkan perhatian dari gurunya. Perilaku yang buruk tersebut dapat disebabkan kekurangan-dewasaannya, ketidaksabarannya, frustasi, atau karena keinginannya tidak terpenuhi. Saat menghadapi peserta didik yang berperilaku demikian, guru harus dapat memisahkan peserta didik dari perilakunya, artinya yang dibenci oleh guru adalah perilaku peserta didik yang buruk, bukannya peserta didik itu sendiri.
Cara pandang yang demikian dapat memfokuskan guru untuk memecahkan masalah perilaku buruk tersebut dan membantu peserta didik belajar membuat pilihan-pilihan perilaku yang lebih baik daripada hanya menghukum peserta didik atau memberikan konsekuensi yang tidak bermakna.
·         Guru membuat peserta didik menerima tanggung jawabnya
Jika ada peserta didik mengganggu jalannya kegiatan belajar-mengajar di kelas kemudian guru langsung ememarahinya dan memberinya hukuman atau kosekuensi, pada saait itu guru telah menjadikan semua peserta didiknya memfokuskan perhatiannya kepada si guru dan beberapa peserta didik secara otomatis akan bersimpati pada si pembuat onar karena dia berada dalam posisi yang lemah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru dapat meminta si pembuat onar untuk menghentikan aksinya tanpa harus memarahinya atau menghukunnya terlebih dahulu.jika upaya tersebut belum berhasil, setelah pelajaran selesai guru mengajak si pembuat onar untuk bebocara empat mata, mengisi lembaran yang menggambarkan perilakutidak terpujinya, kemudian menandatangi semacam kontrak, yang mana disetuju untuk tidak mengulangin perbuatan buruknya serta bersedia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kontrak itu.
·        Guru sebaiknya dapat menemukan solusi atas perilaku peserta didik yang tidak diharapkan daripada memberikan konsekuensi
Jika ada peserta didik yang tidak disiplimdi kelas, sebaiknya guru  menghindari untuk lasung memberikan kosekuensiata hukuman. Tidakan yang harus dilakukan oleh guru adalah mengajak peserta didik sharing untuk mengetahui mengapa ia berbuat demikian dan meyakinkan bahwa itu adalah perbuatan yang buruk. Setelah itu, barulah guru sebagai manajer kelas memberikan pilihan solusi kepada peserta didik untuk mengatasi perbuatan buruknya tersebut. Misalnya, ada seorang peserta didik yang datang terlambat di kelas. Dalam keadaan tersebut, guru sebaiknya tidak langsung menghukumnya, tetapi menanyakan alasannya barulah guru memberikan saran ataupun solusi kepada peserta didiktersebut agar besok tidak terlambat lagi.
·         Guru memberikan umpan balik yang positif ketika perilaku bertambah baik. Setiap orang tentunya akanmerespons umpan balik yang positif. Hal ini juga berlaku bagi para peserta didik. Peserta didik akan sangat sensitif terutama pada perlakuan guru terhadap mereka. Seorang peserta didik yang telah berbuat kesalahan sering kali diberi hukuman oleh gurunya kemudian merasa ia tidak disukai lagi gurunya walaupun sudah memperbaiki diri. Oleh karena itu, sebaiknya ketika guru melihat perilaku peserta didik telah menjadi baik, jangan segan segan untuk memujinya dan memberikan motivasi kepadanya agar tetap konsekuen (istiqamah) dalam melakukan perilaku baik tersebut.
·         Guru menghapus bersih daftar kesalahan peserta didik dan mampu berpikir positif kepada peserta didiknya. Peserta didik adalah manusia biasa, begitu juga dengan guru. Sebagai manusia sudah tentu, baik guru maupun peserta didik tidak luput dari kesalahan. Walaupun demikian, guru dan peserta didik harus menyadari bahwa kesalahan tersebut tidak boleh dilakukan secara berulang – ulang. Pada saat guru berpikir positif, pada saat itu pula sebenarnya guru sedang mendoakan peserta didik agar menjadi orang yang baik dan akan merasa lebih dihargai.
·         Guru fokus memberikan penghargaan kepada peserta didik yang berprilaku baik
 Guru dapat bekerja sama dengan peserta didik untuk dapat mendisiplinkan mereka dengan cara bersama – sama membuat tata tertib kelas. Agar para peserta didik berprilaku sesuai dengan tata tertib tersebut, guru harus memfokuskan memberikan penghargaan kepada mereka yang berprilaku baik dengan berupa pujian, sertifikat maupun pengakuan lainnya ketika fokus memberikan hukuman pada mereka yang melanggar tata tertib kelas.
·         Guru bekerja sama dengan kepala sekolah dan wali peserta didik untuk mengatasi perilaku buruk peserta didik
Ada peserta didik yang dapat dengan cepat melakukan instropeksi diri dan cepat memperbaiki perilaku yang buruk sehingga guru tidak perlu membuang pikiran dan tenaganya lebuh banyak untuk membuatnya kembali menaati tata tertib kelas. Tetapi, ada juga peserta didik yang membutuhkan waktu lama untuk melakukan instropeksi diri dan sangat susah untuk memperbaiki perilakunya meskipun guru sudah berusaha semaksimal mungkin membantu dalam memperbaiki perilakunya. Kemudian, jika kepala sekolah tidak dapat mengatasinya, barulah langkah selanjutnya adalah bekerja sama dengan wali peserta didik untuk mengatasinya.



































DAFTAR PUSTAKA

Evertson, C.M., Emmer, E.T. 2011.Manajemen kelas  untuk guru sekolah    dasar.Jakarta: Kencana Perdana Group

Rachman, Maman.2001.Manajemen kelas.Muara Bulian: UPP PGSD.

Wiyani, Novan Ardy. 2013. Manajemen kelas. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Comments

Popular posts from this blog

Penilaian dalam bentuk Pendidikan Kewarganegaraan SD