Pengertian dari Hakekat Belajar Matematika,bagaimana proses pembelajaran Matematika, Apa Karakteristik Hakekat Matematika , Apa saja Hakikat Lambang Bilangan, Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor, Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran, Strategi pemecahan masalah ,Pembelajaran Geometri


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi. Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit. Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.


                                                                        Muara Bulian, 8 Oktober 2014








BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2        Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
  • Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
  • Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
  • Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
  • Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
  • Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
  • Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.  ?
  • Strategi pemecahan masalah ?
  • Pembelajaran Geometri ?

1.3       Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
  1. Pengertian dari Hakekat Matematika
  2. Proses pembelajaran Matematika
  3. Karakteristik Hakekat Matematika

1.4.      Kegunaan
            Kegunaan dalam penyusunan makalah ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media informasi tentang Hakekat Matematika.





BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA

2.1       Hakekat Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul, dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :

a.       Aksioma ( suatu pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi)
b.      Definisi  (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c.      Yeorama (Pernyataan yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d.      Himpunan (Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari matematika adalah :
Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.
          Dan matematika merupakan produk atau proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif, tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
          Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1)   situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2)   situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3)  situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan
(4)   situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.

Beberapa hakekat atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.              Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).


b.      Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti jangka, kalkulator, dan sebagainya.                                                               
c.       Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d.      Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.


2.2       Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan lebih kreatif jika:

a.      Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b.      Memberi kesempatan pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c.      Melibatkan peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.      Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e.       Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat  bermakna maka aktifitas dan kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.

2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik- karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan berikut:                
a.      Memiliki Kajian Objek Abstrak.
b.      Bertumpu Pada Kesepakatan.
c.       Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara  induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d.      Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e.       Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f.      Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a.      Matematika memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh simbol bilangan “3”  sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah di pahami  bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2.     Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3.     Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
4.      Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai     objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.      Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
c.      Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

Contoh:
Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
d.      Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
e.      Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh:
Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”.
f.          Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil” yang berkaitan satu sama lain.
            Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p. 

2.4       Hakikat Lambang Bilangan
2.4.1    Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional, dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris. Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris disebut sebagai aritmetika.

2.4.2    Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab "5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner), maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1", "0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat erat terkait dengan pengertian urutan.

2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali, dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali, apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi. Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat Komutatif (Pertukaran)
    a). Sifat komutatif pada penjumlahan, bentuknya: a + b = b + a
    b). Sifat komutatif pada perkalian, bentuknya: a x b = b x a

2. Sifat Asosiatif (Pengelompokkan)
    a). Sifat asosiatif pada penjumlahan, bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
    b). Sifat asosiatif pada perkalian, bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)

3. Sifat Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x c) + (b x c) OPERASI

Mari kita jalani Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif ditambah Positif,
    hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
    contoh : 
    16 + 5 = 21
 b. Positif/Negatif ditambah Nol,
     hasilnya Bilangan Bulat asal,
     contoh :
     16 + 0 = 16
    (-16) - 0 = -16
 c. Positif ditambah Negatif,
      hasilnya Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
      -  Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
         maka jawabannya Bilangan Positif.
      -  Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
         maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
      Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu tanda negatif/positif,
      lalu bilangan yang lebih besar dikurangi bilangan yang lebih kecil,
      sesudah itu tentukan Negatif atau Positifnya,
   
  contoh :
    16 + (-5) = 16 - 5 = 11
    16 lebih besar dan positif
     maka jawabannya 11 juga positif
      5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
      lebih besar dan Negatif
      maka jawabannya -11 juga Negatif

 d.  Negatif ditambah Negatif,
      hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
      sama saja ketika mengerjakan positif dengan positif,
      hanya saja disini semuanya bilangan Negatif,
      contoh :

    (-16) + (-5)>Positif berjajar dengan negatif diartikan negatif
= (-16)  -  5
=  -21
2. Pengurangan :
a. Positif dikurangi Positif
- Bila lebih besar bilangan yang paling awal (dikurangi)  hasilnya Positif,
  Contoh
  3 - 2 = 1
- Bila lebih besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)  hasilnya Negatif,
  Contoh
  2 - 3 = -1
b. Positif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif dikurangi Positif
Abaikan dulu tanda negatif/Positif,
yang lebih besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan positif,
maka jawaban juga positif (3)

(-7) + 6= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan negatif,
maka jawaban juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 = -3

d. Negatif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7)  -  (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih besar dikurangi  yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban 4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3) =(-4)
3. Perkalian :
a. Positif dikali Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali Negatif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif dikali Positif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif dikali Negatif,
     hasilnya Positif,
    contoh (-6)x(-7) = 42

4. Pembagian :
a. Positif dibagi Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif dibagi Negatif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif dibagi Positif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif dibagi Negatif,
     hasilnya Positif,
     contoh (-75) : (-5) = 15

2.5       Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika, pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari, dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip. Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan untuk  memecahkan masalah lain yang memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6       Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk, 2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat (signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning), rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving). Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.

2.7       Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan, pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas. Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957, Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12) mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1)     memahami masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah tersebut,
(2)     merencanakan cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah tersebut,
(3)     melaksanakan rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk menyelesaikan masalah, dan
(4)     mengecek hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan, melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah. Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai, melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait, pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau adanya jawaban lainnya.

2.8       Strategi pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, yaitu:
(1) mencoba-coba,
(2) membuat diagram,
(3) mencobakan pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat table,
(5) menemukan pola,
(6) memecah tujuan,
(7) memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir logis,
(9) bergerak dari belakang,
(10) mengabaikan hal yang tidak mungkin.
pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.

Pemecah masalah yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3) menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain, dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.

2.9     PEMBELAJARAN GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga memaksa mereka untuk
merekonstruksi garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM 1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis, bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff. Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik, garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi kurva dan jenis-jenis kurva.

Matematika tak pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah dasar.

3.0       Pembelajaran Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.
Usiskin mengemukakan bahwa
1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja (1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan belum mampu  menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh adalah penerapan teori van Hiele.

Teori van Hiele dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri. Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele. Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir siswa.

Tingkat Berpikir van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri. Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4 (rigor).
Tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap 0 (Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.
Tahap 1 (Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton  menyebut tahap ini dengan tahap ordering. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri.
Tahap 3 (Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.

Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista  juga menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan sendiri-sendiri.
Clements & Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
 (1) belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
 (4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut:
 (1)    berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai  urutannya;
(2)     kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3)     intrinsik dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya;
(4)     kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5)     mismacth, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa.
    Setiap tahap dalam teori van Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya. Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan. Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan tahap berpikir siswa.














BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
         Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
         Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
        Matematika adalah cara berfikir
        Matematika adalah bahasa
        Matematika adalah suatu alat
        Matematika adalah suatu seni




 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi. Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit. Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.


                                                                        Muara Bulian, 8 Oktober 2014








BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2        Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
  • Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
  • Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
  • Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
  • Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
  • Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
  • Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.  ?
  • Strategi pemecahan masalah ?
  • Pembelajaran Geometri ?

1.3       Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
  1. Pengertian dari Hakekat Matematika
  2. Proses pembelajaran Matematika
  3. Karakteristik Hakekat Matematika

1.4.      Kegunaan
            Kegunaan dalam penyusunan makalah ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media informasi tentang Hakekat Matematika.





BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA

2.1       Hakekat Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul, dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :

a.       Aksioma ( suatu pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi)
b.      Definisi  (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c.      Yeorama (Pernyataan yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d.      Himpunan (Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari matematika adalah :
Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.
          Dan matematika merupakan produk atau proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif, tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
          Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1)   situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2)   situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3)  situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan
(4)   situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.

Beberapa hakekat atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.              Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).


b.      Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti jangka, kalkulator, dan sebagainya.                                                               
c.       Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d.      Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.


2.2       Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan lebih kreatif jika:

a.      Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b.      Memberi kesempatan pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c.      Melibatkan peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.      Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e.       Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat  bermakna maka aktifitas dan kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.

2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik- karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan berikut:                
a.      Memiliki Kajian Objek Abstrak.
b.      Bertumpu Pada Kesepakatan.
c.       Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara  induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d.      Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e.       Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f.      Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a.      Matematika memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh simbol bilangan “3”  sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah di pahami  bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2.     Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3.     Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
4.      Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai     objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.      Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
c.      Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

Contoh:
Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
d.      Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
e.      Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh:
Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”.
f.          Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil” yang berkaitan satu sama lain.
            Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p. 

2.4       Hakikat Lambang Bilangan
2.4.1    Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional, dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris. Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris disebut sebagai aritmetika.

2.4.2    Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab "5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner), maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1", "0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat erat terkait dengan pengertian urutan.

2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali, dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali, apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi. Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat Komutatif (Pertukaran)
    a). Sifat komutatif pada penjumlahan, bentuknya: a + b = b + a
    b). Sifat komutatif pada perkalian, bentuknya: a x b = b x a

2. Sifat Asosiatif (Pengelompokkan)
    a). Sifat asosiatif pada penjumlahan, bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
    b). Sifat asosiatif pada perkalian, bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)

3. Sifat Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x c) + (b x c) OPERASI

Mari kita jalani Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif ditambah Positif,
    hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
    contoh : 
    16 + 5 = 21
 b. Positif/Negatif ditambah Nol,
     hasilnya Bilangan Bulat asal,
     contoh :
     16 + 0 = 16
    (-16) - 0 = -16
 c. Positif ditambah Negatif,
      hasilnya Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
      -  Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
         maka jawabannya Bilangan Positif.
      -  Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
         maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
      Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu tanda negatif/positif,
      lalu bilangan yang lebih besar dikurangi bilangan yang lebih kecil,
      sesudah itu tentukan Negatif atau Positifnya,
   
  contoh :
    16 + (-5) = 16 - 5 = 11
    16 lebih besar dan positif
     maka jawabannya 11 juga positif
      5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
      lebih besar dan Negatif
      maka jawabannya -11 juga Negatif

 d.  Negatif ditambah Negatif,
      hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
      sama saja ketika mengerjakan positif dengan positif,
      hanya saja disini semuanya bilangan Negatif,
      contoh :

    (-16) + (-5)>Positif berjajar dengan negatif diartikan negatif
= (-16)  -  5
=  -21
2. Pengurangan :
a. Positif dikurangi Positif
- Bila lebih besar bilangan yang paling awal (dikurangi)  hasilnya Positif,
  Contoh
  3 - 2 = 1
- Bila lebih besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)  hasilnya Negatif,
  Contoh
  2 - 3 = -1
b. Positif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif dikurangi Positif
Abaikan dulu tanda negatif/Positif,
yang lebih besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan positif,
maka jawaban juga positif (3)

(-7) + 6= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan negatif,
maka jawaban juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 = -3

d. Negatif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7)  -  (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih besar dikurangi  yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban 4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3) =(-4)
3. Perkalian :
a. Positif dikali Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali Negatif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif dikali Positif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif dikali Negatif,
     hasilnya Positif,
    contoh (-6)x(-7) = 42

4. Pembagian :
a. Positif dibagi Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif dibagi Negatif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif dibagi Positif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif dibagi Negatif,
     hasilnya Positif,
     contoh (-75) : (-5) = 15

2.5       Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika, pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari, dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip. Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan untuk  memecahkan masalah lain yang memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6       Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk, 2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat (signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning), rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving). Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.

2.7       Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan, pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas. Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957, Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12) mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1)     memahami masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah tersebut,
(2)     merencanakan cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah tersebut,
(3)     melaksanakan rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk menyelesaikan masalah, dan
(4)     mengecek hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan, melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah. Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai, melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait, pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau adanya jawaban lainnya.

2.8       Strategi pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, yaitu:
(1) mencoba-coba,
(2) membuat diagram,
(3) mencobakan pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat table,
(5) menemukan pola,
(6) memecah tujuan,
(7) memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir logis,
(9) bergerak dari belakang,
(10) mengabaikan hal yang tidak mungkin.
pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.

Pemecah masalah yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3) menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain, dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.

2.9     PEMBELAJARAN GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga memaksa mereka untuk
merekonstruksi garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM 1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis, bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff. Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik, garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi kurva dan jenis-jenis kurva.

Matematika tak pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah dasar.

3.0       Pembelajaran Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.
Usiskin mengemukakan bahwa
1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja (1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan belum mampu  menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh adalah penerapan teori van Hiele.

Teori van Hiele dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri. Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele. Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir siswa.

Tingkat Berpikir van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri. Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4 (rigor).
Tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap 0 (Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.
Tahap 1 (Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton  menyebut tahap ini dengan tahap ordering. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri.
Tahap 3 (Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.

Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista  juga menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan sendiri-sendiri.
Clements & Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
 (1) belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
 (4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut:
 (1)    berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai  urutannya;
(2)     kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3)     intrinsik dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya;
(4)     kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5)     mismacth, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa.
    Setiap tahap dalam teori van Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya. Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan. Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan tahap berpikir siswa.














BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
         Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
         Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
        Matematika adalah cara berfikir
        Matematika adalah bahasa
        Matematika adalah suatu alat
        Matematika adalah suatu seni



 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Proses Pembentukan Matemtika 1. Matematika merupakan mata pelajaran yang ada diberbagai tingkat sekolah dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi. Matematika juga bisa menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat bahkan hamper semua kalangan masyarakat menganggap bahwa matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat sulit. Untuk menghilangkan paradigm tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang membahas tentang Hakekat Matematika. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.


                                                                        Muara Bulian, 8 Oktober 2014








BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Apakah matematika itu ? hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendiskripsikan definisi kata matematika para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda dikemukakan oleh para ahli, mungkin disebabkan oleh ilmu matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Oleh sebab itu matematika tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu, akan terus mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan zaman.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang informasi begitu cepat, sehingga informasi yang terjadi didunia dapat kita ketahui dengan segera yang mengakibatkan batas Negara dan waktu sudah tidak ada perbedaan lagi. Akibat globalisasi, dalam era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang kreatif berfikir sistematis logis, dan konsisten, dapat bekerja sama serta tidak cepat putus asa. Untuk memperoleh sifat yang demikian perlu diberikan pendidikan yang berkualitas dengan berbagai macam pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan sifat di atas adalah mata pelajaran Matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar dan melayani hamper setiap ilmu. Sehingga ada ungkapan bahwa matematika itu adalah ratu dan pelayan ilmu, matematika juga merupakan ilmu yang deduktif dan ilmu yang terstruktur. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka kami menyusun makalah tentang “Hakekat Matematika, Hakikat Bilangan, Lambang Bilangan, operasi pemecahan masalah, pengukuran, geometri”.
1.2        Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, adalah sebagai berikut :
  • Apa pengertian dari Hakekat Belajar Matematika ?
  • Bagaimana proses pembelajaran Matematika ?
  • Apa Karakteristik Hakekat Matematika ?
  • Apa saja Hakikat Lambang Bilangan ? Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Apa saja Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Bagaimana Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor ?
  • Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika ?
  • Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika. ?
  • Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.  ?
  • Strategi pemecahan masalah ?
  • Pembelajaran Geometri ?

1.3       Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :
  1. Pengertian dari Hakekat Matematika
  2. Proses pembelajaran Matematika
  3. Karakteristik Hakekat Matematika

1.4.      Kegunaan
            Kegunaan dalam penyusunan makalah ini bagi kami adalah sebagai wahana pembelajaran serta menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang Hakekat Matematika. Bagi pembaca sebagai media informasi tentang Hakekat Matematika.





BAB II
HAKEKAT MATEMATIKA

2.1       Hakekat Belajar Matematika
Pada hakikatnya matematika itu adalah sebuah simbul, dan bersifat deduktif (dari umum ke khusus) dan merupakan ilmu yang logis dan sistematis . Dalam ilmu matematika terdapat istilah-istilah diantaranya :

a.       Aksioma ( suatu pernyataan yang dijadikan dalil atau dasar pemula yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi)
b.      Definisi  (Suatu pernyataan yang di jadikan pembatas suatu konsep)
c.      Yeorama (Pernyataan yang diturunkan dari aksioma yang kebenaranya masih perlu di buktikan.)
d.      Himpunan (Sekumpulan suatu himpunan yang mana dalam matematika terdapat beberapa himpunan.)
Dari uraian diatas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu yang pasti dan bersifat sistematis. Dan tujuan mempelajari matematika adalah :
Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi.
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.
          Dan matematika merupakan produk atau proses karena matematika merupakan produk pemikiran intelektual. Pemikiran intelektual itu bisa di dorong dari persoalan yang menyangkut kehidupan nyata sehari – hari. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif, tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan hars bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/ dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
          Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abtrak, sehingg disebut objek mental, objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi: Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep yang dimaksud. Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prisip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, gabungan, irisan. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantungd ari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi tambahan bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dipoerasika hanya satu.
Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (dalam Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1)   situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa,
(2)   situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa,
(3)  situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan
(4)   situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.

Beberapa hakekat atau definisi dari matematika adalah sebagai berikut:
a.              Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak atau struktur yang teroganisir secara sistematik. Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).


b.      Matematika sebagai alat ( tool )
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh :
Siswa menyelesaikan soal-soal matematika dan memecahkan masalahnya sehingga siswa di tuntut untuk berfikir kreatif dan logis, seperti menjelaskan sifat matematika, berbicara persoalan matematika, membaca dan menulis matematika dan lain-lain. Menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti jangka, kalkulator, dan sebagainya.                                                               
c.       Matematika sebagai pola pikir deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

Contoh :
Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian siswa dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif. Selanjutnya, jika memungkinkan siswa dapat diminta membuktikan generalisi yang diperolehnya secara deduktif
d.      Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
Contoh :
Matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.


2.2       Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2002: 106). Oleh karena itu, situasi kegiatan pembelajaran perlu diusahakan agar aktifitas dan kreativitas peserta didik dapat berkembangkan secara optimal. Menurut Gibbs (dalam Mulyasa, 2002: 106) peserta didik akan lebih kreatif jika:

a.      Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut,
b.      Memberi kesempatan pada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah,
c.      Melibatkan peserta didik dalam tujuan belajar dan evaluasinya,
d.      Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter,
e.       Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut, maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana kondusif yang mengarah pada situasi di atas. Selanjutnya, Sardiman (2006, 21) menyatakan bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat  bermakna maka aktifitas dan kreatifitas siswa harus lebih dominan dari pada guru. Dalam hal ini diperlukan pemilihan model pembelajaran yang dapat membangkitkan aktifitas dan kreatifitas siswa sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.

2.3 Karakteristik Matematika
Karakteristik- karakteristik matematika dapat dilihat pada penjelasan berikut:                
a.      Memiliki Kajian Objek Abstrak.
b.      Bertumpu Pada Kesepakatan.
c.       Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara  induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
d.      Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e.       Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f.      Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.
a.      Matematika memiliki objek kajian yang abstrak.
Di dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut sebagai objek mental. Di mana objek-objek tersebut merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi, dan prinsip. Dari objek-objek dasar tersebut disusun suatu pola struktur matematika. Adapun objek-objek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Contoh simbol bilangan “3”  sudah di pahami sebagai bilangan “tiga”. Jika di sajikan angka “3” maka sudah dipahami bahwa yang dimaksud adalah “tiga”, dan sebalikya. Fakta lain dapat terdiri dari rangkaian simbol misalnya “3+4” sudah di pahami  bahwa yang dimaksud adalah “tiga di tambah empat”.
2.     Konsep (abstrak) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Apakah objek tertentu merupakan suatu konsep atau bukan. ”segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak, “Bilangan asli” adalah nama suatu konsep yang lebih komplek, konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tertentu.
3.     Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
4.      Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai     objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebagainya.
b.      Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
c.      Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

Contoh:
Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima dengan benar.
Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan sebelum abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat, bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita harus menemukan apakontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita mendapat konsep primer yang lain.
d.      Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
e.      Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh:
Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan bulat maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”.
f.          Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil” yang berkaitan satu sama lain.
            Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p. 

2.4       Hakikat Lambang Bilangan
2.4.1    Pengertian
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sifat yang esensiil dari lambang bilangan itu ialah bahwa lambang bilangan itu mewakili bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan irasional, dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris. Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji operasi numeris disebut sebagai aritmetika.

2.4.2    Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Dalam penggunaan sehari-hari, angka dan bilangan dan nomor seringkali disamakan. Secara definisi, angka, bilangan, dan nomor merupakan tiga entitas yang berbeda.
Angka adalah suatu tanda atau lambang yang digunakan untuk melambangkan bilangan. Contohnya, bilangan lima dapat dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab "5" (sistem angka berbasis 10), "101" (sistem angka biner), maupun menggunakan angka Romawi 'V'. Lambang "5", "1", "0", dan "V" yang digunakan untuk melambangkan bilangan lima disebut sebagai angka.
Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka yang melambangkan sebuah bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan-bilangan bulat yang berurutan. Misalnya kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, ..., dst. Kata "nomor" sangat erat terkait dengan pengertian urutan.

2.4.3 Perbedaan Pengertian Angka, bilangan, dan nomor
Sifat-sifat operasi hitung bilangan kali ini masih sangat dasar sekali, dan biasanya dipelajari di jenjang sekolah tingkat dasar. Namun tidak ada salahnya jika sifat-sifat operasi hitung bilangan tersebut diingat kembali, apalagi sifat-sifat tersebut sangat penting hingga ke jenjang perguruan tinggi. Kali ini hanya akan diulas sedikit mengenai sifat-sifat operasi hitung bilangan, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat Komutatif (Pertukaran)
    a). Sifat komutatif pada penjumlahan, bentuknya: a + b = b + a
    b). Sifat komutatif pada perkalian, bentuknya: a x b = b x a

2. Sifat Asosiatif (Pengelompokkan)
    a). Sifat asosiatif pada penjumlahan, bentuknya: (a + b) + c = a + (b + c)
    b). Sifat asosiatif pada perkalian, bentuknya: (a x b) x c = a x (b x c)

3. Sifat Distributif (Penyebaran)
Bentuknya adalah a x (b + c) = (a x b) + (a x c) atau (a + b) x c = (a x c) + (b x c) OPERASI

Mari kita jalani Operasi hitung Bilangan Bulat satu persatu
1. Penjumlahan :
a. Positif ditambah Positif,
    hasilnya pasti Bilangan Bulat Positif,
    contoh : 
    16 + 5 = 21
 b. Positif/Negatif ditambah Nol,
     hasilnya Bilangan Bulat asal,
     contoh :
     16 + 0 = 16
    (-16) - 0 = -16
 c. Positif ditambah Negatif,
      hasilnya Positif atau Negatif, mengikuti Bilangan Bulat yang lebih besar.
      -  Bila yang lebih besar merupakan Bilangan Positif
         maka jawabannya Bilangan Positif.
      -  Bila yang lebih besar adalah Bilangan Negatif,
         maka jawabannya Bilangan Bulat Negatif.
      Cara mengerjakannya adalah abaikan dulu tanda negatif/positif,
      lalu bilangan yang lebih besar dikurangi bilangan yang lebih kecil,
      sesudah itu tentukan Negatif atau Positifnya,
   
  contoh :
    16 + (-5) = 16 - 5 = 11
    16 lebih besar dan positif
     maka jawabannya 11 juga positif
      5 +(-16) = -11= 16 - 5 = 11-16
      lebih besar dan Negatif
      maka jawabannya -11 juga Negatif

 d.  Negatif ditambah Negatif,
      hasilnya Bilangan Bulat Negatif,
      sama saja ketika mengerjakan positif dengan positif,
      hanya saja disini semuanya bilangan Negatif,
      contoh :

    (-16) + (-5)>Positif berjajar dengan negatif diartikan negatif
= (-16)  -  5
=  -21
2. Pengurangan :
a. Positif dikurangi Positif
- Bila lebih besar bilangan yang paling awal (dikurangi)  hasilnya Positif,
  Contoh
  3 - 2 = 1
- Bila lebih besar bilangan yang dibelakang (mengurangi)  hasilnya Negatif,
  Contoh
  2 - 3 = -1
b. Positif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
6 - (-3)
= 6 + 3
= 9
c. Negatif dikurangi Positif
Abaikan dulu tanda negatif/Positif,
yang lebih besar dikurangi yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
contoh
(-6) + 7= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan positif,
maka jawaban juga positif (3)

(-7) + 6= 7 - 6 = 3
yang lebih besar adalah 7 dan negatif,
maka jawaban juga negatif (-3)
jadi (-7) + 6 = -3

d. Negatif dikurangi Negatif
Akan ada dua tanda negatif berjajar, dan diartikan sebagai +
Contoh
(-7)  -  (-3)
= (-7) + 3
Abaikan dulu tanda Positif/Negatif,
lalu yang lebih besar dikurangi  yang lebih kecil
bila yang lebih besar positif, jawaban positif
bila yang lebih besar negatif, jawaban negatif
= 7 - 3 = 4
yang lebih besar adalahangka 7 dan Negatif (-7)
berarti jawaban 4 juga jadi Negatif (-4)
maka
(-7) - (-3) =(-4)
3. Perkalian :
a. Positif dikali Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 6 x 7 = 42
b. Positif dikali Negatif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : 6 x (-7) = -42
c. Negatif dikali Positif,
     hasilnya Negatif,
    contoh : (-6) x 7 = -42
d. Negatif dikali Negatif,
     hasilnya Positif,
    contoh (-6)x(-7) = 42

4. Pembagian :
a. Positif dibagi Positif,
     hasilnya Positif,
     contoh : 75 : 5 = 15
b. Positif dibagi Negatif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : 75 : (-5) = -15
c. Negatif dibagi Positif,
     hasilnya Negatif,
     contoh : (-75) : 5 = -15
d. Negatif dibagi Negatif,
     hasilnya Positif,
     contoh (-75) : (-5) = 15

2.5       Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika
Beberapa komponen pemecahan masalah dalam pembelajaan matematika adalah pemecahan masalah sebagai objek matematika dan tujuan pembelajaan matematika, pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika, pemecahan masalah sebagai pendekatan belajar, dan strategi pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai sebagai objek dan tujuan pembelajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai objek dalam pembelajaran matematika berarti memandang pemecahan masalah adalah sesuatu pengetahuan yang perlu dipelajari, dikonstruksi hingga menjadikannya sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik, dan pada kesempatan lainnya dapat digunakannya sebagai sarana mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya sebagai siswa yang harus memecahkan masalah matematika atau masalah nyata lainnya. Ketika objek pembelajaran matematika ini dikuasai oleh siswa, ini berarti ssiwa telah memiliki kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Yang demikian ini berarti pula tujuan pembelajaran matematika untuk objek matematika pemecahan masalah adalah agar siswa mencapai kemampuan pemecahan masalah.
Sebagaimana Gagne (Depdiknas, 2005:12) memandang bahwa obyek tak langsung pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika. Klasifikasi objek matematika Gagne tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu diantara objek matematika yang perlu dipelajari dalam proses pembelajaran matematika.
Dahar (1988:167) mengemukakan bahwa kemampuan memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, maka mereka terlibat dalam perilaku berpikir, dan berhasil mencapai kemampuan baru, yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang memiliki ciri-ciri formal yang mirip. Keberhasilan siswa dalam suatu pemecahan masalah berarti siswa telah belajar aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakannya, dan kemudian disimpan dalam memori untuk digunakan lagi pada pemecahan masalah-masalah lain. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai objek dan sekaligus sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika menempatkannya sebagai sesuatu benda atau yang dibendakan, yang memuat pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang perlu diserap melalui proses berlatih memecahkan masalah matematika, yang kemudian pengalaman dan ketrampilan tersebut dapat digunakan untuk  memecahkan masalah lain yang memiliki cirri formal mirip, dan akhirnya secara nyata pengalaman tersebut digunakan lagi pada kesempatan lain untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi baru. Kesuksesan perilaku menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan pemecahan-pemecahan masalah tersebut merupakan kompetensi pemecahan masalah yang dicapai oleh para siswa. Jadi pemecahan masalah matematika sebagai objek pembelajaran matematika dipelajari untuk mencapai kompetensi pemecahan masalah matematika, yang merupakan tujuan pembelajaran pemecahan masalah.
2.6       Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika.
Selain klasifikasi objek matematika di atas, Gagne (Suherman dkk, 2001:36; Depdiknas, 2005:16) dari penelitiannya berhasil menggolongkan kegiatan belajar manusia dalam delapan tipe belajar, yang meliputi belajar isyarat (signal learning), belajar stimulus – respons (stimulus – response learning), rangkaian gerakan (chaining), rangkaian verbal (verbal association), belajar membedakan (discrimination learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), dan pemecahan masalah (problem solving). Kedelapan tipe belajar tersebut menunjukkan hierarki kegiatan belajar. Ini berarti bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang memiliki tingkatan paling tinggi.
Sebagai tipe kegiatan belajar yang paling tinggi, pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang tentunya melibatkan kegiatan-kegiatan belajar lainnya. Kegiatan pemecahan masalah matematika dapat dilakukan dengan melibatkan hasil dari tipe belajar lainnya, seperti belajar membedakan, belajar konsep, belajar aturan, dan belajar lainnya. Hudojo (2005:125-126) mengemukakan bahwa melalui pemecahan masalah, maka siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah dan menjadi trampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
Pemecahan masalah sebagai tipe belajar matematika merupakan kategori belajar matematika yang melibatkan dan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan konseptual, aturan-aturan (prinsip), prosedur atau ketrampilan untuk memproses informasi. Pemecahan masalah yang mengintegrasikan konsep-konsep dan aturan-aturan, dalam prosesnya merupakan proses analitis dan sintesis agar dapat membangun kemampuan analitis dan menghasilkan ketrampilan yang lebih kompleks, yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah baru.

2.7       Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran.
Standar isi kurikulum pendidikan matematika di sekolah telah mengamanatkan pemecahan masalah merupakan kompetensi yang perlu dicapai sebagai tujuan pembelajaran matematika bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar isi kurikulum mata pelajaran matematika merumuskannya ke dalam berbagai materi pelajaran dalam aspek bilangan, aljabar, geometrid an pengukuran, statistika dan pelang. Mengantarkan materi-materi matematika yang objeknya adalah pemecahan masalah, maka dibutuhkan pendekatan khusus, sehingga interaksi materi dengan peserta didik dapat berjalan lebih efektif.
Pendekatan pembelajaran matematika dalam Suherman (2001:70) dijelaskan sebagai upaya yang ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Kata kuncinya adalah cara agar terjadi adaptasi antara materi pelajaran yang baru dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga menjadikan pengetahuan baru itu bermakna dan dapat membangun pengertian dalam benak siswa. Pendekatan pembelajaran perlu dalam proses pembelajaran karena untuk memperoleh pengetahuan, siswa perlu berinteraksi dengan materi pengetahuan dari sumber-sumber belajar yang ada. Interaksi tersebut membutuhkan suatu upaya yang memudahkan terjadinya proses penyerapan, pemrosesan, dan penyimpanan dalam memory siswa. Upaya-upaya ini yang disebut pendekatan pembelajaran, dan tentunya harus sesuai dengan karakteristik materi pelajaran atau objek matematika yang dipelajari.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan satu objek tak langsung dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah merupakan satu kompetensi yang perlu dicapai melalui isi kurikulum matematika dan memiliki karkteristik yang khas. Untuk itu membutuhkan pendekatan khusus agar pencapaian kompetensi itu berjalan secara efektif. Mendukung pembelajaran pemecahan masalah ini, Polya (1957, Suherman dkk., 2001:84,91; Hudojo, 2005:134-140; dan Widyantini, 2008:12) mengajukan cara untuk memecahkan masalah, yaitu dengan tahapan-tahapan
(1)     memahami masalah, yakni perlu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah tersebut,
(2)     merencanakan cara penyelesaian, yaitu menentukan cara atau strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah tersebut,
(3)     melaksanakan rencana pemecahan masalah, yaitu menggunakan strategi yang sudah dipilih untuk menyelesaikan masalah, dan
(4)     mengecek hasil pemecahan masalah, yaitu mengecek kebenaran hasil yang diperoleh.
Tahapan-tahapan pemecahan masalah dari berbagai pendapat diatas pada dasarnya adalah sama sebagaimana Polya (1985) mengemukakannya dalam empat tahapan pemecahan masalah. Pengembangan tahapan-tahapan tersebut merupakan pengembangan dari 4 langkah Polya, yang intinya memahami, merencanakan, melaksanakan pemecahan masalah, dan melihat kembali hasil pemecahan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran merupakan upaya yang ditempuh dan diciptakan dalam proses pembelajaran yang mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah matematika, yang secara nyata dilakukan sehingga diperoleh jawaban yang benar melalui tahapan-tahapan tertentu. Garis besar tahapan tersebut menurut Polya adalah memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, pemeriksaan hasil pemecahan masalah. Pemahaman masalah ditempuh dengan memahami semua fakta yang diberikan dan keterkaitannya, merencanakan pemecahan masalah dilakukan dengan melihat berbagai kemungkinan keterlibatan konsep dan menentukan konsep yang sesuai, melaksanakan pemecahan masalah menggunakan konsep dan aturan yang terkait, pemeriksaan proses dan hasil pemecahan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan lain, seperti adanya jawaban yang sama dengan cara-cara yang berbeda atau adanya jawaban lainnya.

2.8       Strategi pemecahan masalah
Memenuhi tahapan pendekatan pemecahan masalah, utamanya tahap kedua merencanakan pemecahan masalah, maka perlu memilih ide kreatif yang sesuai dengan karakteristik masalah sebagai strategi pemecahan masalah. Sebagaimana Wheeler (1992, Hudojo, 2005:135), Polya (1993) dan Pasmep (1989) dalam Widyantini (2008:12) menawarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, yaitu:
(1) mencoba-coba,
(2) membuat diagram,
(3) mencobakan pada soal yang lebih sederhana,
(4) membuat table,
(5) menemukan pola,
(6) memecah tujuan,
(7) memperhitungkan setiap kemungkinan,
(8) berpikir logis,
(9) bergerak dari belakang,
(10) mengabaikan hal yang tidak mungkin.
pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari suatu masalah ke masalah lainya. Pernyataan itu berarti keragaman strategi tersebut tidak berlaku secara general untuk sembarang masalah melainkan berlaku untuk masalah dengan karakteristik atau konteks tertentu. Setiap masalah menuntut strategi tertentu dalam proses pemecahannya. Kreatifitas dalam menentukan atau memilih strategi-strategi merupakan bagian dari strategi sendiri.

Pemecah masalah yang baik menurut Suydan (1980, dalam Roebyanto dan Yanti,2-7, online: seorang siswa harus memiliki 10 kriteria pemecah masalah yang baik, yaitu: (1) memahami konsep dan terminology, (2) menelaah keterkaitan, perbedan, dan analogi, (3) menyeleksi prosedur dan variable yang benar, (4) memahami ketidakkonsistenan konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) memvisualisasikan dan menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan berbagai strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubunganya dengan siswa lain, dan (10) mempunyai skor rendah terhadap kecemasan.

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa proses pemecahan masalah merupakan sebuah upaya mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang diberikan tidak hanya membutuhkan strategi yang banyak ragamnya, tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Penguasaan strategi sangat diperlukan karena setiap masalah membutuhkan satu atau beberapa strategi, yang sekaligus difungsikan untuk pemecahan satu masalah. Minat yang tinggi dan rasa percaya diri dalam melakukan pemecahan masalah sangat mendukung keberhasilan pemecahan masalah, selain pengalaman yang memadai dalam menggunakan berbagai strategi. Dalam pandangan pemecahan masalah, strategi merupakan trik khusus yang dapat memudahkan, menyederhanakan, memperjelas alur pemecahan masalah hingga diperoleh hasil pemecahan masalah.

2.9     PEMBELAJARAN GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR
Geometri seperti cabang ilmu matematika yang lain lahir berabad tahun silam dari kondisi ril kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya lebih dari 2000 tahun silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan dasar-dasar geometri, dikarenakan pertimbangan praktis seperti banjir berkala sungai Nil yang selalu menghanyutkan garis batas tanah milik mereka. Sehingga memaksa mereka untuk
merekonstruksi garis-garis batas tanah tersebut.
Bangsa Yunani yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit pandangan lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai akhirnya pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental yang dituangkan ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih dipelajari dan digunakan.
Secara umum BBM 1 ini akan menjelaskan tentang dasar-dasar geometri seperti titik, garis, bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, kurva yang sebagian besar hasil buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya sekarang sudah banyak sentuhan para akhli geometri modern seperti David Herbert dan G. D. Birkhoff. Adapun setelah anda mempelajari BBM 1 ini diharapkan dapat menjelaskan tentang,
1. Makna titik, garis, bidang, dan ruang.
2. Definisi sinar garis, ruas garis, dan sudut.
3. Definisi kurva dan jenis-jenis kurva.

Matematika tak pernah lepas dari pembahasan tentang geometri. Matematika di Sekolah Dasar selalu menjumpai materi geometri. Sebagai guru yang profesional, hendaknya mengetahui cara-cara mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. Berikut merupakan modul yang membahas mengenai materi pengajaran geometri di Sekolah dasar.

3.0       Pembelajaran Geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.
Usiskin mengemukakan bahwa
1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan.
Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah . Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri. Sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajargenjang.
Di SMU, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang. Madja (1992:3) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Bahkan dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan belum mampu  menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar geometri tersebut, cara yang dapat ditempuh adalah penerapan teori van Hiele.

Teori van Hiele dan Penelitian yang Relevan
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri. Bobango (1993:157) menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan pada tahap belajar van Hiele dapat membantu perencanaan pembelajaran dan memberikan hasil yang memuaskan. Senk (1989:318) menyatakan bahwa prestasi siswa SMU dalam menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele. Mayberry (1983:67) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa konsekuensi teori van Hiele adalah konsisten. Burger dan Shaughnessy (1986:47) melaporkan bahwa siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri sesuai dengan tingkatan berpikir van Hiele. Susiswo (1989:77) menyimpulkan bahwa pembelajaran geometri dengan pembelajaran model van Hiele lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Selanjutnya Husnaeni (2001:165) menyatakan bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan kualitas berpikir siswa.

Tingkat Berpikir van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri. Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4 (rigor).
Tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap 0 (Visualisasi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap holistik, tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.
Tahap 1 (Analisis)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi Informal)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer, Argyropoulos dan Orton  menyebut tahap ini dengan tahap ordering. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri.
Tahap 3 (Deduksi)
Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.

Tahap 4 (Rigor)
Clements & Battista  juga menyebut tahap ini dengan tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri-sendiri. Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan sendiri-sendiri.
Clements & Battista menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
 (1) belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat “lompatan” dalam kurva belajar seseorang,
(2) tahap-tahap tersebut bersifat terurut dan hirarki,
(3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami secara ekplisit pada tahap berikutnya, dan
 (4) setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut:
 (1)    berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai  urutannya;
(2)     kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia;
(3)     intrinsik dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya;
(4)     kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan
(5)     mismacth, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa.
    Setiap tahap dalam teori van Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir yang digunakan.
Tahap-tahap berpikir van Hiele akan dilalui siswa secara berurutan. Dengan demikian siswa harus melewati suatu tahap dengan matang sebelum menuju tahap berikutnya. Kecepatan berpindah dari suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan. Dengan demikian, guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan tahap berpikir siswa.














BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
         Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian matematika, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita, bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Meliahta beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama dibidang sains dan teknologi. Ilmu matematika itu adalah ilmu umum dari segala ilmu-ilmu lainnya. Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Jadi, hakekat matematika adalah sebagai berikut :
         Matematika pelajaran tentang suatu pola atau susunan dan hubungan
        Matematika adalah cara berfikir
        Matematika adalah bahasa
        Matematika adalah suatu alat
        Matematika adalah suatu seni




Comments

Popular posts from this blog

Pendekatan Otoriter, Intimidasi dan permisiif

Penilaian dalam bentuk Pendidikan Kewarganegaraan SD